Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Ya Rasulallah . . .

Mencintai Kota Madinah
Ditulis Oleh: Munzir Almusawa   
Thursday, 14 April 2011
Mencintai Kota Madinah
Senin, 04 April 2011


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
(صحيح البخاري)
“Wahai Allah, jadikan kami mencintai Madinah, seperti kami mencintai Makkah atau lebih dari mencintai Makkah.” ( Shahih Al Bukhari )
ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan kemuliaan dan Maha membagi-bagikan rahmat dengan keinginannya setiap waktu dan saat, Yang Maha mengakhiri kehidupan alam semesta dengan goncangan yang dahsyat, seraya berfirman :
الْقَارِعَةُ ، مَا الْقَارِعَةُ ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ ، يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ ، وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
( القارعة : 1 – 5 )
“ Hari kiamat, apakah hari Kiamat itu?, tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?, pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung bagaikan bulu yang dihambur-hamburkan.” ( QS : Al Qaari’ah : 1-5 )
Goncangan yang dahsyat dan suara bergemuruh yang menakutkan, sehingga mampu membuat hati dan sanubari hancur. Al Qaari’ah adalah hari kiamat, yaitu hari dimana manusia tindih menindih antara satu sama lain bagaikan serangga-serangga yang keluar dari perut bumi dan dimuntahkan oleh bumi, semua manusia yang wafat dari masa nabi Adam hingga manusia yang terakhir hidup di muka bumi, mereka semua keluar untuk mendatangi panggilan Allah subhanahu wata’ala. Dan ketika itu gunung-gunung yang kekar dan kokoh tertiup bagaikan butiran debu. Di saat itu manusia yang pernah hidup di muka bumi kembali hidup kemudian digiring ke padang mahsyar, dimana sebagian mereka ada yang berubah menjadi wajah hewan, ada yang berbau busuk, ada yang menjerit, ada yang menyesali dosa-dosa yang lalu atau mencari orang-orang yang pernah berbuat jahat padanya, dihari itu satu sama lain saling menuntut. Kemudian Allah subhanahu wata’ala berfirman :
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ ، فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
( القارعة : 6-7 )
“ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dala kehidupan yang memuaskan,
Dan barangsiapa yang amal pahalanya lebih berat maka dia akan berada dalam kehidupan yang sejahtera , kesejahteraan yang abadi yang semakin detik semakin indah, semakin mulia dan semakin suci. Sebagaimana dalam riwayat bahwa manusia ada yang bertemu dengan Allah seribu tahun sekali di dalam surga Allah, padahal tidak ada kenikmatan yang lebih nikmat daripada memandang keindahan dzat Allah, ada pula yang diberi kesempatan memandang Allah dalam seratus tahun sekali, dan ada yang diberi kesempatan selama 10 tahun sekali untuk melihat Allah, ada yang bisa melihat Allah setiap setahun sekali, ada pula yang sebulan sekali, dan adapula yang diizinkan melihat Allah setiap hari Jum’at, dan ada yang diizinkan Allah untuk memandang Dzat-Nya kapan pun di waktu yang ia kehendaki. Ketika para sahabat bertanya : “wahai Rasulullah, bagaimana agar kelak kami banyak melihat Allah?” maka Rasulullah menjawab : “ Jagalah shalat 5 waktu dan sempurnakan shalat Asar” . Maka shalat 5 waktu adalah modal untuk bisa bertemu dengan Allah, semakin malas seseorang melakukan shalat maka semakin sedikit kesempatan untuk berjumpa dengan Allah. Semoga aku dan kalian termasuk orang yang semakin hari semakin asyik dan menikmati shalat, semakin asyik dengan sujud, amin.
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ ، فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ ، نَارٌ حَامِيَةٌ
( القارعة : 8 – 11 )
“ Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah, dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?(yaitu) api yang sangat panas”. ( QS: Al Qaari’ah : 8-11 )
Adapun orang yang amal dosanya lebih berat dari amal pahalanya maka tempat tinggalnya adalah neraka jahannam yaitu api yang yang sangat panas yang membakar kulit dan setiap detik kulit itu hancur kemudian digantikan dengan kulit yang baru. Dijelaskan dalam firman Allah yang lainnya bahwa api itu menceraikan tulang satu sama lain, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Al Ma’aarij bahwa di saat itu manusia berharap siksa api neraka tidak bisa ditukar dengan keluarga, kerabat atau sahabat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ ، وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ ، وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ ، وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ ، كَلَّا إِنَّهَا لَظَى ، نَزَّاعَةً لِلشَّوَى ، تَدْعُوا مَنْ أَدْبَرَ وَتَوَلَّى ، وَجَمَعَ فَأَوْعَى
( المعارج :11- 18 )
“ Sedang mereka saling melihat, orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya, sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya”. ( QS : Al Ma’aarij : 11- 18 )
Di saat itu (hari kiamat ) satu persatu manusia akan menghadap Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آَتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا ، لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا ، وَكُلُّهُمْ آَتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
( مريم : 93-95 )
“ Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba, sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti, dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. ( QS : Maryam : 93-95)
Semua yang ada di langit dan bumi akan datang menghadap kepada Allah sebagai hamba, dan Allah telah mengetahui semua jumlah mereka, dan mereka akan datang menghadapAllah satu persatu, “ Fulan bin Fulan maju kehadapan Allah “, maka di saat itu beruntunglah orang-orang yang mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dijelaskan dalam tafsir Al Imam Ibn Abbas bahwa para sahabat berkata : “ tidak ada ayat yang lebih menggembirakan kami melebihi dari firman Allah subhanahu wata’ala ” :
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
( الضحى : 5 )
“ Dan kelak pasti Rabbmu memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. ( QS : Ad Dhuha : 5 )
Karena kami ( para sahabat ) tahu bahwa nabi Muhammad belum ridha jika masih ada satu ummat nya yang di neraka. Sungguh beruntung pengikut sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beruntunglah nama-nama mu yang telah dipilih Allah untuk menjadi pengikut nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Maha Suci Engkau wahai Rabbi yang telah mengumpulkan kami dalam perkumpulan orang-orang yang mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadirin hadirat, perkumpulan –perkumpulan majelis dzikir seperti ini akan dibanggakan oleh Allah kelak di hari kiamat . Adapun hadits yang kita baca tadi, doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
“Wahai Allah, jadikan kami mencintai Madinah, seperti kami mencintai Makkah atau lebih dari mencintai Makkah.”
Menunjukkan bahwa mencintai Madinah Al Munawwarah lebih dari kecintaan kepada Makkah Al Mukarramah maka hal itu diperbolehkan , bukan justru hal yang syirik. Di zaman sekarang jika ada orang yang berangkat Umrah mereka tidak mengunjungi Madinah, padahal Makkah tidak akan menjadi qiblat jika tidak dipilih oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah lah yang memilih qiblat ke Ka’bah, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
( البقرة : 144 )
“ Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan”. ( QS : Al Baqarah : 144 )
Dan bukan berarti nabi Muhammad lebih mulia dari Allah, tetapi Allah menginginkan arah kiblat seperti yang dikehendaki oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika nabi Muhammad tidak memintanya maka Masjidil Haram tidak menjadi kiblat sampai saat ini. Oleh sebab itu Rasulullah berdoa kepada Allah untuk mencintai Madinah lebih dari kecintaan pada Makkah, ada apa di Madinah? ada jasad sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam , maka berdoalah Rasulullah dengan doa ini :
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
“ Wahai Allah, jadikan kami mencintai Madinah, seperti kami mencintai Makkah atau lebih dari mencintai Makkah.”
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Saya tidak bisa berpanjang lebar dalam tausiah karena tamu-tamu kita akan boarding jam 10.00 WIB, jadi harus segera berangkat ke Bandara. Dan jangan lupa malam Minggu yang akan datang Dzikir Akbar Majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dzikir “Ya Allah” 1000 x dan ziarah kubra di makam Al Habib Abdurrahman Al Habsyi Cikini . Alhamdulillah acara di Sukabumi waktu yang lalu sukses dan 3 orang dari Singapora ikut hadir disana. Dan acara itu bertepatan dengan hari jadi kota Sukabumi yang ke-94, Alhmadulillah hadir pada acara itu sekitar 20.000 muslimin muslimat di wilayah tersebut, dan sambutan mereka sangat baik dan mengharapkan kedepannya untuk diadakan lagi acara disana, dan Insyaallah di waktu yang akan datang akan kita adakan acara-acara di daerah sekitar. Selanjutnya kita berdzikir bersama, semoga Allah subhanahu wata’ala menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Di saat kita dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala “ Fulan bin Fulan datang kehadapan Alla”, disaksikan oleh semua nenek moyang dan semua keturunannya hingga akhir zaman untuk mempertanggungjawabkan semua kehidupannya di dunia, semoga kita tidak di debat oleh Allah dengan hujjah, semoga kita tidak datang sebagai hamba yang menghadap kepada Allah dengan muka yang cemberut, karena Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
( الإنسان : 10 )
“ Sesungguhnya kami takut akan (azab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan”. ( QS : Al Insan : 10 )
Disaat nama kita dipanggil, dalam keadaan bagaimana Allah menyambut kedatangan kita, dalam keadaan murka atau dalam kerinduan?!. Orang yang disaat hidup ia berdzikir memanggil nama Allah dan meneteskan air mata rindu kepada-Nya maka Allah pun rindu kepadanya . Sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi:
مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ
“ Barangsiapa yang rindu berjumpa denganKu, maka Aku pun rindu berjumpa dengannya “.
Wahai Allah jadikanlah kami sebagai hamba yang datang kepada-Mu dalam keadaan hamba yang dirindukan-Mu, bukan hamba yang Engkau murkai…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
Selanjutnya qasidah penutup “ Muhammadun” , kemudian talqin dan doa penutup oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas, tafaddhal masykuuraa…
Terakhir Diperbaharui ( Thursday, 14 April 2011 )
Foto Habaib
Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Syahab
Habib Abubakar al-Adeni bin Ali Al-Masyhur
Habib Hasan bin Abdullah bin Umar Asy-Syatri
Habib Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syatri
Habib Abdul Kadir bin Salim Al-Khirrid
Habib Abdul Kadir bin Ahmad Assegaf
Habib Yahya bin Ahmad Alaydrus
Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaf
Habib Abubakar Aththas Al-Habsyi
Habib Salim bin Ali bin Ahmad Al-Kaf
 
Marga (Pam) Ahlul Bayt

Qabilah


Al-Hasani (Yusuf bin Abid)
Abu Numai
Al-Anggawi
Al-Qadiri
Al-Jailani
Al-Qudsi
Al-Maghribi
Al-Zawawi

Biografi Singkat Ahlul Bayt

Biografi

Ali bin Abi Thalib
Siti Fathimah Az-Zahra
Hasan al-Mujtaba
Husein asy-Syahid
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja’far al-Shadiq
Ali al-Uraidhi
Muhammad al-Naqib
Isa al-Rumi
Ahmad bin Isa al-Muhajir
Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir
Alwi bin Ubaidillah
Muhammad bin Alwi
Alwi bin Muhammad
Ali Khali’ Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Alwi (Ammu al-Faqih)
Ali (Abu al-Faqih)
Muhammad al-Faqih al-Muqaddam
Alwi al-Ghayur
Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam
Ali bin Alwi al-Ghayur
Abdullah Ba’alawi
Muhammad Maula Dawilah
Abdurrahman Asseqaf (al-Muqaddam al-Tsani)
Abubakar As-Sakran bin Abdurrahman Assegaf
Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf
Abdullah bin Abubakar Alaydrus
Ahmad bin Abubakar As-Sakran
Ali bin Abubakar As-Sakran



Sumber :
http://benmashoor.wordpress.com/biografi-ahlu-bait/

Berdiri Ketika Pembacaan Maulid

Masalah berdiri ketika pembacaan riwayat maulid Nabi saw




Dalam kitab Insan al-Uyun Fi Sirath al-Amin al-Ma’mun, Imam al-Halaby mengatakan, ‘Kebiasaan berdiri pada saat orang mendengar detik kelahiran Nabi saw disebut dalam pembacaan riwayat maulid memang merupakan suatu bid’ah, akan tetapi itu adalah bid’ah hasanah. Khalifah Umar sendiri menamakan shalat tarawih berjamaah sebagai suatu bid’ah yang baik. Imam Syafii mengatakan :

Apa yang diadakan menyimpang dari kitabullah dan sunnah rasul-Nya atau menyimpang dari pendapat umum para ulama adalah bid’ah dhalalah (sesat)[1]. Sedang apa saja yang diadakan berupa kebajikan dan tidak menyimpang atau menyalahi hal-hal tersebut di atas adalah bid’ah mahmudah (terpuji)’.

Dengan demikian, maka orang berdiri pada saat mendengar detik kelahiran Nabi saw disebut, apalagi kalau perayaan maulid beliau diselenggarakan dengan memperbanyak infaq serta sedekah, semuanya itu merupakan kebajikan terpuji. Al-Allamah Syekh Abdullah bin Abdurrahman Siraj, dalam surat-surat jawaban yang dikirimkan dari Makkah, atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepadanya, ia menegaskan,

Bahwa berdiri pada saat disebut kelahiran Nabi saw dalam peringatan maulid adalah bid’ah hasanah, dan sudah biasa dilakukan oleh para ulama terkemuka di pelbagai negeri Islam. Dasar alasannya ialah sikap menghargai dan menghormati orang yang agung dan mulia adalah sikap yang baik dan terpuji’.

Jawaban yang terang dan jelas itu dibenarkan dan dipuji oleh para ulama Makkah pada zamannya. Di antara mereka yang terkemuka ialah al-Allamah Syeikh Muhammad Ali bin Husein al-Maliki, al-Allamah Sayid Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki, seorang ulama besar yang memberikan pelajaran agama di dalam masjid al-Haram dan datuk dari Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki, mufti Makkah yang baru saja wafat. Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitabnya Haula al-Ihtifal Bi-Dzikri al-Maulid al-Nabi al-Syarif, berkata :
‘Mengenai hadirin yang berdiri pada saat pembacaan riwayat maulid sampai detik-detik kelahiran Nabi saw ke alam wujud, memang ada sementara orang yang mempunyai sangkaan sangat keliru dan batil, yang sama sekali tidak berasal dari para ulama. Sepanjang pengetahuan saya, sangkaan buruk seperti itu hanya ada pada orang bodoh yang hadir dalam peringatan maulid Nabi saw dan turut berdiri bersama dengan orang-orang lainnya. Sangkaan buruk itu adalah bahwa orang-orang yang pada saat itu berdiri mengira mempunyai kepercayaan tentang kehadiran Rasulullah saw dengan jasadnya di dalam pertemuan itu. Sangkaan yang sangat keliru itu tambah buruk lagi jika orang itu mempercayai kemenyan dan wewangian yang semerbak dalam pertemuan itu diperuntukan bagi Rasulullah saw, atau mempercayai bahwa air yang diletakkan di tengah-tengah pertemuan itu sebagai persediaan minum bagi Nabi saw’.

Selanjutnya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki berkata, ‘Kaum muslimin yakin sepenuhnya bahwa beliau itu menghayati kehidupan sempurna di alam barzah sesuai dengan kedudukannya, dan bahwa roh beliau berkelana di alam malakut Allah swt serta dapat hadir dalam setiap pertemuan yang bersifat kebajikan dan menyaksikan seluruh sinar hidayah cahaya ilmu. Demikian pula arwah kaum mu’minin yang setia dan ikhlas dari kalangan umatnya.

Imam Malik berkata, ‘Aku mendengar bahwa roh itu lepas bebas dapat pergi ke mana saja yang dikehendaki’.
Dalam kitab al-Ruh karya Ibnu Qayyim halaman 144, Salman al-Farisi mengatakan, ‘Arwah kaum mu’minin berada di alam barzah dekat dari bumi dan dapat pergi ke mana saja menurut kehendaknya
Imam al-Shafuri al-Syafii berkata, ‘Persoalan berdiri pada pembacaan sejarah, pada saat detik kelahiran 

Nabi saw, tidak ada larangan. Hal ini merupakan bid’ah yang baik. Bahkan ada kelompok yang justru menyatakan sunnah, dan yang lebih ekstrem malah mewajibkan shalat. Hal ini semata-mata untuk menghormati dan memuliakan Nabi saw, dan hukum menghormatinya adalah wajib bagi setiap mukmin. Maka jelaslah sudah hukum tentang berdiri tersebut, hal itu hanyalah merupakan penghormatan dan kemuliaan…’

Al-Barjanzi salah seorang penulis kitab riwayat maulid Nabi saw mengatakan, ‘Berdiri pada saat disebut kelahiran Nabi saw yang mulia itu dipandang baik oleh para Imam ahli riwayat yang memiliki pandangan batin. Oleh karena itu maka bahagialah orang yang dengan mengagungkan kebesaran Rasulullah saw berhasil mencapai maksud dan tujuan yang diinginkan.

Setelah menjelaskan panjang lebar dalil-dalil syar’i yang memandang berdiri dalam peringatan maulid itu sebagai bid’ah hasanah, syaikh Abdullah bin Abdurrahman Siraj kemudian melanjutkan, ‘Alhasil, berdiri pada saat kelahiran Nabi saw disebut dalam peringatan maulid telah menjadi syi’ar bagi Ahlu Sunnah Wal Jamaah, sehingga meninggalkan kebiasaan hormat seperti itu dapat dianggap sebagai mengada-ada. Kebiasaan yang baik itu tidak patut ditinggalkan dan tidak dapat dilarang, bahkan sikap yang hendak meninggalkan atau melarangnya dapat dianggap sebagai tindakan meremehkan Nabi Muhammad saw. Itulah sebabnya al-Maula Abu al-Su’ud al-Imady memfatwakan, bahwa orang harus merasa khawatir berbuat kekufuran bila pada saat orang-orang lain berdiri, ia sendiri duduk tak mau turut berdiri’.

Orang yang hadir berdiri hanya sebagai penghargaan dan penghormatan kepada kebesaran dan keagungan pribadi Rasulullah saw yang terbayang di dalam fikirannya. Itu merupakan soal biasa. Oleh karena itu, orang yang tidak turut berdiri tidak terkena dosa apapun. Memang benar, sikapnya yang tidak mau turut berdiri itu tentu akan dipandang sikap seorang yang tdak mengenal tatakrama, tidak mempunyai perasaan halus. Sama halnya dengan orang yang tidak mengindahkan adat kebiasaan yang berlaku dan telah disepakati oleh orang banyak.

Adapun dalil-dalil yang mendukung kebaikan dari sikap berdiri pada saat disebut kelahiran Nabi saw, pertama, soal berdiri itu sudah lazim berlaku di kalangan kaum muslimin di berbagai pelosok negeri di dunia dan telah dipandang baik oleh para ulama di Timur dan di Barat. Tujuannya ialah menghormati kebesaran pribadi yang sedang diperingati maulidnya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin adalah baik di sisi Allah swt, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin pun buruk pula di sisi Allah swt. Sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal :
‘Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, hal itu baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, hal itu pun buruk di sisi Allah swt.

Kedua, Para ahlu al-Fadhl (ulama yang terkemuka) memandang berdiri pada saat kelahiran Nabi saw disebut sebagai ketentuan syariat. Mereka memperkuat pandangan itu dengan berbagai dalil yang berdasarkan sunnah rasul.

Ketiga, Dalam sebuah hadits yang disepakati oleh para ahli hadits disebutkan bahwa dalam khutbahnya yang ditujukan kepada kaum Anshar, Rasulullah saw bersabda, ‘Hendaklah kalian berdiri untuk menghormati pemimpin kalian’. Yang dimaksud pemimpin oleh beliau saw adalah Saad. Perintah beliau itu hanya terbatas bagi sebagian orang.[2]

Keempat, Sudah menjadi kearifan Rasulullah saw, beliau selalu berdiri menghormati setiap orang yang datang kepada beliau. Seperti yang dilakukan beliau pada saat kedatangan puterinya, Siti Fathimah al-Zahra. Dalam hal ini beliau mengakui terus terang bahwa beliau berdiri itu untuk menghormati puteri beliau. Selain itu, sebagaimana telah disebutkan bahwa beliau saw juga memerintahkan orang-orang Anshar suapaya berdiri menghormati kedatangan pemimpin mereka, Saad. Semuanya menunjukkan bahwa berdiri sebagai salah satu bentuk penghormatan merupakan ketentuan syariat. Sehubungan dengan itu jelaslah bahwa pribadi Rasulullah saw jauh lebih berhak daripada pemimpin mana pun juga.

Kelima, ada yang mengatakan bahwa hal itu, Nabi saw lakukan ketika masih hidup dan langsung di depan beliau. Sedangkan dalam peringatan maulid Nabi tidak ada di depan kita. Jawabnya, pembaca riwayat maulid Nabi Muhammad saw mengetengahkan kisah kehadiran Rasulullah saw yang datang ke alam jasmani (alam wujud) ini dari alam nurani, tempat beliau berada jauh sebelum waktu kelahirannya. Lebih lanjut kisah itu menceriterakan kelahiran beliau saw yang saat ini sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita. Dengan demikian maka kehadiran pribadi agung di tengah-tengah kita ini lebih banyak bersifat bayangan daripada sifat beliau yang sesungguhnya, karena beliau saw sudah tidak berada di tengah-tengah kehidupan alam dunia. Kisah atau riwayat yang menghadirkan pribadi beliau secara ruhani, diperkuat kebenarannya oleh kenyataan bahwa Rasulullah saw seorang manusia agung yang berakhlaq sebagaimana dikehendaki oleh Tuhannya. Sehubungan dengan itu Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits qudsi, ‘Aku menemani orang yang menyebutku’. Dalam riwayat lain beliau bersabda, ‘Aku bersama orang yang menyebutkan’. Tujuan dan maksud kehidupan beliau yang senantiasa bertauladan kepada Tuhannya dan berakhlaq sebagaimana yang dikehendaki oleh-Nya ialah agar beliau dapat selalu menyertai orang yang menyebut roh beliau saw di tempat mana saja. Begitu pula ketika kita membaca lafadz tahiyat ketika melakukan ibadah shalat, dengan berkata, Assalamu’alaika ayyuhan nabi warahmatullahi wabarakatuh, nabi yang kita beri salam jasadnya tidak hadir di depan kita. Dengan demikian maka orang yang menyebut kehadiran Rasulullah saw secara ruhani akan lebih besar bertambah khidmat dan hormat dalam mengagungkan kebesaran junjungan kita Nabi Muhammad saw.

Daftar Pustaka.
1. Abubakar al-Adeni bin Ali al-Masyhur, Syuruth al-Ittishof Liman Yurid Muthola’ah Kutub al-Aslaf.
2. Abu Abdillah Alwi bin Hamid bin Muhammad bin Syahab, Intabih Dinuka Fi Khottor.
3. Muhammad bin Alwi al-Maliki, Haula al-Ihtifal Bi-zikri al-Maulid al-Nabi al-Syarif.
4. ——————–, Mafahim Yajibu An Tusohhah.
5. Zainal Abidin bin Ibrahim bin Smith, al-Ajwibah al-Gholiyah Fi Aqidah al-Firqah al-Najiyah.

[1] Doktor Muhammad Sayid Ahmad al-Munsir, guru besar ilmu aqidah dan filsafat al-Azhar, memberi penjelasan mengenai pengertian bid’ah dan sunnah. Menurutnya, ada yang mengatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka, sebagaimana yang terdapat di dalam hadits shahih. Akan tetapi, mereka itu melupakan sesuatu yang amat penting, yaitu bahwa bid’ah yang disebut sesat (dhalalah) dan yang tempatnya di neraka adalah bid’ah yang diisyaratkan oleh alquran surat al-Syura ayat 21, berbunyi : ‘Mereka yang mensyariatkan sebagian dari agama sesuatu yang tidak diizinkan Allah…’. Jadi bid’ah yang terlarang itu adalah penambahan bentuk peribadatan di dalam agama. Hal ini sama sekali tidak terdapat dalam peringatan keagamaan yang diadakan, seperti peringatan maulid Nabi saw.
[2] Imam al-Qasthalany dalam kitabnya Min Irsyad al-Sari Li Syarh al-Shahih al-Bukhari mengatakan dalam satu riwayat lain Nabi saw berkata, ‘Berdirilah untuk (menghormati) orang yang terbaik di antara kalian’. Berdiri untuk memberikan penghormatan lazim diberikan kepada seorang yang memiliki keutamaan (ahlu al-Fadhl), ahli ilmu, ahli kebajikan dan orang mulia lainnya.

Sumber :
http://benmashoor.wordpress.com/2009/03/06/masalah-berdiri-ketika-pembacaan-riwayat-maulid-nabi-saw/

Keistimewaan Ahlul Bayt-5

Hak-hak Ahlu Bait Nabi saw

Menurut Ibnu Taimiyyah, keluarga (ahlu bait) Rasulullah saw mempunyai hak-hak yang wajib diperhatikan. Sesungguhnya Allah swt memberi hak kepada mereka untuk memperoleh seperlima dari harta rampasan perang dan harta fa’i (harta rampasan yang didapat tanpa perang). Serta menyuruh bershalawat kepada mereka di samping bershalawat kepada Rasululullah saw. Bagi setiap kaum muslimin diharuskan untuk mengetahui dan melaksanakan hak-hak ahlu bait Rasulullah saw. Dan bagi mereka yang tidak mengenal hak-hak ahlu bait, akan sia-sia saja amal perbuatan mereka di dunia ini.

Rasulullah saw bersabda :
من لا يعرف حق عترتي و الأنصار فهو لإحدى ثلاث : إما منافق , وإما لزنية , وإما لغير طهور – يعني حملته أمه على غير طهر .
‘Siapa yang tidak mengenal hak ithrah (keturunan) ku dan ansharnya, maka ia termasuk ke dalam salah satu di antara tiga golongan : ‘munafiq, atau anak haram, atau anak dari hasil hubungan tidak suci –yakni dikandung oleh ibunya dari hasil hubungan dalam keadaan haidh.[1]

Rasulullah saw bersabda :
… والذ نفسي بيده لآينفع عبدا عمله إلا بمعرفة حقنا
‘… Demi diriku yang berada dalam genggaman-Nya, tidaklah bermanfaat amal seorang hamba kecuali ia mengenal hak kami (ahlu bait)’.[2]

Keluarga Rasulullah saw mempunyai hak-hak yang wajib diperhatikan. Sesungguhnya Allah swt memberi hak kepada mereka untuk memperoleh seperlima dari ghanimah (harta rampasan perang) dan harta fa’i (harta rampasan yang didapat tanpa perang), serta memerintahkan bershalawat kepada mereka di samping bershalawat kepada Rasulullah saw. Mereka juga dilarang menerima sedekah, Allah swt mengharamkan sedekah kepada mereka karena sedekah itu merupakan kotoran (harta) manusia. Allah swt juga memerintahkan kepada ummatnya untuk mencintai keluarga Rasulullah saw.[3] Ahlu bait Rasulullah adalah tempat yang bagi seorang mukmin wajib berpijak dengan kokoh padanya dan berpegang kepada tali Allah swt.

a. Hak menerima Ghanimah Dan Fa’i.
Firman Allah dalam alquran berbunyi :
‘Sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil‘.[4]
Dalam kitab tafsir Fath al-Qadir dan Ibnu Katsir disebutkan pendapat yang mengatakan bahwa khumus adalah untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil. Selain itu disebutkan pula pendapat yang mengatakan bahwa khumus tersebut dibagi enam, dan bagian yang keenam untuk Ka’bah.

Dalam kitab Majma’ al-Bayan disebutkan bahwa khumus merupakan hak dari keluarga Rasulullah, yaitu anak-anak yatim keluarga Muhammad, orang-orang miskin dari mereka, dan ibnu sabil dari kalangan mereka. Hal tersebut sesuai dengan yang diriwayatkan oleh al-Thabari dari Zainal Abidin Ali bin Husin, sesungguhnya khumus adalah hak kami. Yang dimaksud dalam firman Allah dengan perkataan ‘anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil’, adalah anak-anak yatim kami, orang-orang miskin dan ibnu sabil dari kalangan kami. Hal itu disebabkan mereka telah diharamkan menerima sedekah yang merupakan daki/kotoran manusia, sebagai gantinya yaitu khumus.

Menurut Syafii dan Hambali : “Harta rampasan perang itu, yaitu seperlima (khumus) dibagi ke dalam lima bagian. Satu bagian adalah untuk rasul, dan dipergunakan untuk kemaslahatan dan perbaikan umat Islam. Dan satu bagian diberikan untuk kerabat (keluarga), yaitu keluarga dari keturunan Bani Hasyim, baik yang kaya maupun fakir, tak ada bedanya. Dan tiga bagian lainnya dikeluarkan untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, baik mereka dari keturunan Bani Hasyim maupun bukan.”

Menurut Hanafi : “Bagian untuk Rasulullah telah gugur dengan wafatnya. Kalau para kerabat (famili), mereka seperti yang lain dari kalangan orang-orang fakir. Mereka diberi karena kefakiran mereka, bukan karena mereka menjadi kerabat (famili) Rasulullah saw.
Menurut Maliki : “Masalah khumus (seperlima) ini kembali atau diserahkan kepada imam (pemimpin) agar dipergunakan untuk kemaslahatan umat.”

b. Hak menerima Shalawat.
Firman Allah swt dalam alquran berbunyi :
‘Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya’.[5]
Imam Syafi’i dalam Musnadnya berkata : Ibrahim bin Muhammad telah memberitahukan kami bahwa Safwan bin Sulaiman telah memberitahukan kami dari Abi Salmah dari ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana kami bersalawat ke atas anda? Maka Rasulullah saw menjawab : katakanlah ‘Allahumma Salli ‘Ala Muhammad wa Ali Muhammad‘.
Ibn Hajar dalam al-Sawa’iq ah-Muhriqah mencatat riwayat daripada Ka’ab bin Ijrah. Dia berkata: ketika turun ayat ini, kami bertanya wahai Rasulullah! kami mengetahui bahwa kami diperintahkan bershalawat kepadamu,
tetapi kami tidak mengetahui bagaimana cara kami bersalawat kepadamu? Maka Nabi saw bersabda : ‘Katakanlah Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad‘.
Diriwayatkan dari al-Dailami, Rasulullah saw bersabda :
الدعاء محجوب حتّى يصلّى على محمد واهل بيته
‘Doa seseorang masih tertutup hijab sebelum ia mengucapkan shalawat untuk Muhammad dan ahlu baitnya’.[6]
Dan diriwayatkan dari Nabi saw, Beliau saw bersabda :
لا تصلوا عليّ الصلاة البتراء .
Janganlah kalian bersalawat ke atasku dengan salawat yang terputus.
Lalu mereka bertanya: Apakah salawat terputus itu? Beliau menjawab :
تقولون : اللهمّ صلّى على محمد وتمسكون . بل قولوا اللهمّ صلى على محمد وعلى أل محمد .
Kalian berkata: Allahumma Salli ‘Ala Muhammad, kemudian kalian berhenti. Justeru itu katakan: Allahumma Salli ala Muhammad wa ala Ali Muhammad.
Menyebut mereka (keluarga Nabi saw) di dalam sholat dan bukan orang yang selain daripada mereka adalah dalil yang terang betapa tingginya kedudukan mereka. Lantaran itu tidak sah sholat seorang mukallaf baik dahulu
ataupun sekarang tanpa mengucapkan shalawat ke atas mereka Ahlu Bait.
Muhibbuddin al-Tabari di dalam Dzakhaa’ir al-’Uqba meriwayatkan dari Jabir dia berkata: Jika aku sholat dan tidak berselawat ke atas Muhammad dan Ahlu Baitnya, maka aku pikir sholatku tidak diterima.
Imam Syafii dalam bait-bait syairnya mengatakan :
يا آل بيت رسول الله حبكم فرض من الله في القرآن أنزله
يكفيكم من عظيم الفخر أنكم من لم يصل عليكم لا صلاة له
‘Wahai ahlu bait Rasulullah mencintaimu adalah suatu kewajiban yang Allah turunkan dalam alquran’. Cukuplah kiranya menjadi kebanggaanmu bahwa sesungguhnya tidaklah berguna shalat seseorang bila tidak membaca shalawat atasmu.[7]
Qadhi ‘Iyad telah menyatakan di dalam al-Syifa’ dari Ibn Mas’ud secara marfu’: Siapa yang mengerjakan sholat tanpa bershalawat kepadaku dan Ahlu Baitku, niscaya sholatnya tidak diterima.[8]

c. Diharamkan menerima sedekah.
Ahlu bait Rasulullah saw diharamkan menerima sedekah yang disebut sebagai kotoran harta manusia. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw telah bersabda :
إنما هى أوساخ الناس , وإنها لا تحل لمحمد ولا لآل محمد
Sesungguhnya sedekah itu berasal dari kotoran harta manusia dan ia tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad[9]
Tentang Hadis riwayat Muslim ini, Imam Nawawi memberikan penjelasan: ‘Kotoran manusia’ artinya ; zakat membersihkan harta dan jiwa mereka . Allah swt berfirman :
Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka‘.[10]
Zakat adalah pencuci kotoran. Ahlul-bait diharamkan menerima zakat untuk membersihkan mereka dan meninggikan kedudukan mereka. Sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, ahlul-bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. Alasan inilah yang menyebabkan ahlu bait Rasulullah saw diharamkan menerima sedekah baik ketika beliau saw masih hidup maupun sesudah wafatnya.

Habib Alwi bin Tohir Al-Haddad dalam kitab Al-Qaul al-Fashlu berpendapat bahwa keharaman menerima zakat bagi keluarga Rasulullah saw disebabkan untuk membersihkan kedudukan mereka dan mensucikan dzat mereka sebagai ahlul bait, dikarena zakat merupakan kotoran manusia yang dikeluarkan untuk membersihkan harta mereka.

Abdullah bin Nuh menulis, menurut madzhab Syafii, dalam keadaan bagaimanapun juga mereka mutlak diharamkan menerima sedekah atau zakat. Akan tetapi sebagian ulama Syafiiyah membolehkan keluarga Nabi saw menerima sedekah atau zakat.

Ibnu Jarir al-Thabari menukil akan kebolehan Bani Hasyim menerima sedekah dari Imam Hanafi, begitu pula dari Imam Malik dan sebagian ulama Syafiiyah. Menurut Abu Yusuf, sesungguhnya mereka dihalalkan menerima sedekah dari mereka untuk mereka bukan dari yang lainnya . Artinya keluarga Bani Hasyim dihalalkan menerima sedekah dari yang diberikan dari Bani Hasyim juga. Jika keluarga Bani Hasyim menerima sedekah dari bukan Bani Hasyim maka hal itu tidak dibolehkan. Begitu pula pendapat dari Zaid bin Ali, Abi Abbas dan Imamiyah.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqolani : Menurut ulama Malikiyah terdapat empat pendapat : membolehkan, melarang, membolehkan menerima sedekah sunnah dan melarang menerima sedekah wajib (zakat), membolehkan menerima sedekah wajib dan melarang menerima sedekah sunnah.

Adapun dalil yang menghalalkan pemberian sedekah dari Bani Hasyim ke Bani Hasyim, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Hakim :
Abbas bin Abdul Mutholib berkata : ‘Saya berkata kepada Rasulullah saw : Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau mengharamkan sedekah manusia untuk kami, apakah engkau menghalalkan sedekah yang diberikan dari kami untuk kami ? Rasulullah berkata : Ya’.
Dalam kitab fiqih Hanafiah Majma’ al-Anhar, berkata Imam Hanafi : Tidak mengapa mencampuradukan semuanya (sedekah wajib dan sedekah sunnah) dan memberikannya kepada mereka. Di lain riwayat Imam Hanafi berkata : Boleh memberikan zakat kepada mereka.

Sedangkan Imam Muhammad mengatakan mereka boleh menerima sedekah, dikarenakan pengharaman untuk menerima sedekah kepada mereka hanya berlaku pada zaman Rasulullah masih hidup. Dan dalam kitab Dar al-Muntaqo, beliau berpendapat bahwa Bani Hasyim boleh menerima zakat pada zaman setelah Rasulullah saw. Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan : Bani Hasyim boleh menerima zakat yang dikeluarkan oleh Bani Hasyim.

Muhammad Abduh Yamani berkata : Jika keluarga Rasul saw tidak boleh menerima zakat dan dengan menerima sedekah atau zakat mereka berdosa, sebenarnya yang berdosa itu adalah orang-orang kaya yang tidak peduli akan hak-hak keluarga Rasul saw yang telah disebutkan dalam alquran dan ditetapkan dalam hadits-haditsnya.

d. Diwajibkan untuk mencintai Keluarga Rasulullah saw.
Allah swt berfirman :
‘Katakanlah, Hai Muhammad : Aku tidak minta upah (imbalan) apa pun atas hal itu (dakwah risalah Islam) kecuali agar kalian mencintai keluargaku.[11]
Al-Maqrizi menafsirkan ayat ini, ‘Aku tidak minta imbalan apa pun atas kalian atas agama yang kubawakan kepada kalian itu, kecuali agar kalian berkasih sayang kepada keluargaku.’[12]

Hadis riwayat al-Tarmizi bahwa Rasulullah saw bersabda : “Yang paling aku cintai di antara ahlu-baitku adalah Al-Hasan dan Al-Husein.” Imam Muslim pernah meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah SAW mengenai Al-Hasan yang menyebut: “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia, dan cintailah siapa yang mencintainya.”
Thabarani dan lain-lain mengetengahkan sebuah hadis yang bermaksud; “Belum sempurna keimanan seorang hamba Allah sebelum kecintaannya kepadaku melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri; sebelum kecintaannya kepada keturunanku melebihi kecintaannya kepada keturunannya sendiri; sebelum kecintaannya kepada ahli-baitku melebihi kecintaannya kepada keluarganya sendiri, dan sebelum kecintaannya kepada zatku melebihi kecintaannya kepada zatnya sendiri .”

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tarmizi dari ‘Ali RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Barangsiapa mencintai kedua orang ini, yakni Hasan, Husein dan ayah serta ibunya, maka ia bersama aku dalam derajatku di Hari Kiamat.” Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : “Cintailah Allah atas kenikmatan yang diberikan-Nya kepadamu sekalian dan cintailah aku dengan mencintai Allah dan cintailah ahlul-baitku karena mencintaiku” Al-Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw : “Di antara kalian yang paling mantap berjalan di atas sirath ialah yang paling besar kecintaannya kepada ahlul-baitku dan para sahabatku.”

Rasulullah saw bersabda :
لاتزول قدما عبد حتى يسأل عن أربع : عن عمره فيما أفناه , وعن جسده فيما ابلاه , وعن ماله فيما أنفقه , ومن اين اكتسبه , وعن حبنا أهل البيت .
‘Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba Allah pada hari kiamat sebelum ia ditanya empat jawaban : ‘Tentang usianya, untuk apa ia menghabiskannya, tentang tubuhnya, bagaimana ia telah menggunakan tenaganya, tentang hartanya, untuk apa dibelanjakan dan dari mana ia mendapatkannya, serta tentang kecintaannya kepada kami Ahlu Bait’.[13]

Dari dalil-dalil diatas, menuntut kita untuk menunjukkan sikap memuliakan, menghormati, mengutamakan serta memaafkan kesalahan-kesalahan mereka yang didasari ketulusan. Dan harus dii’tikadkan bahwa orang-orang fasik di antara mereka akan mendapat hidayah dari Allah swt. Semua itu adalah karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw.[14]

Seyogyanya orang yang fasik di antara keluarga Nabi saw, sekalipun perbuatannya itu dibenci, namun mereka tetap harus dihormati karena adanya ikatan kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw. Telah disebutkan dalam beberapa hadits yang bersumber dari banyak jalan bahwa mereka itu diharamkan dari api neraka, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bazzar, Abu Ya’la, al-Uqaili, al-Thabrani dan Ibnu Syahin dalam al-Sunnah dari Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ فَاطِمَةَ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا , فَحَرَّمَهَا الله وَ ذُرِّيَّتَهَا عَلَى النَارِ
Sesungguhnya Fathimah telah menjaga kesuciannya, oleh karena itu Allah mengharamkan dia dan keturunannya dari (sentuhan) api neraka.[15]

Ibnu Jarir meriwayatkan dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah swt:
وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى. قَالَ : مِنْ رِضَى مُحَمَّدٍ اَنْ لاَ يُدْخِلَ اَحَدٌ مِنْ اَهْلِ بَيْتِهِ النَّارَ
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. Ia berkata : Di antara kepuasan Muhammad saw adalah agar tidak seorangpun dari keluarganya (keturunannya) yang masuk ke dalam api neraka.[16]

Dari Imran bin Hushain, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
سَأَلْتُ رَبِّي اَنْ لاَ يُدْخِلَ النَّارَ اَحَدًا مِنْ اَهْلِ بَيْتِي فَأَعْطَانِيْهَا
Aku telah memohon kepada Tuhanku supaya tidak memasukkan seorangpun dari ahlul baitku (keturunanku) ke dalam neraka, dan Dia (Allah swt) mengabulkan permohonanku.[17]

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ فَاطِمَةَ حَصَنَتْ فَرْجَهَا ,وَاِنَّ الله اَدْخَلَهَاوَذُرِّيَّتَهَا الجَنَّةَ
Sesungguhnya Fathimah telah menjaga kesuciannya, karena itu Allah swt akan memasukkannya bersama keturunannya ke dalam surga.
Pernah Rasulullah saw berkata dalam khutbahnya : ‘Mengapa orang mengatakan bahwa kekerabatanku tidak berguna di hari kiamat ?! Sesungguhnya kekerabatanku itu tersambung baik di dunia maupun di akhirat’. Nabi saw bersabda :
Semua sebab, nasab dan periparan terputus pada hari kiamat kelak, kecuali sababku, nasabku dan periparanku !.

Semua hadits yang menyebutkan manfaat kekerabatan dengan Rasulullah di atas tidaklah menafi’kan hadis-hadis lain yang menganjurkan ahlul bait beliau agar takut dan taat kepada Allah swt, dan bahwa yang dekat dengan beliau pada hari kiamat kelak hanyalah dengan takwa dan bahwa beliau tidak berdaya apa-apa bagi mereka dari kekuasaan Allah swt. Seperti yang disebutkan dalam hadits sahih, ketika turun firman Allah swt dalam surat al-Syu’ara ayat 214 :
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat

maka beliau mengundang para kerabatnya, setelah berkumpul beliau mengatakan kepada mereka supaya mereka menolong diri mereka masing-masing dari ancaman api neraka, hingga akhirnya beliau berkata : ‘Wahai Fathimah binti Muhammad, wahai Shafiyah binti Abdul Muthalib, wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak memiliki apa-apa untuk kalian terhadap kekuasaan Allah, hanya saja kalian mempunyai hak kekerabatan yang mana akan aku sambungkan dengannya’. Selanjutnya seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Syaikh, Rasulullah saw bersabda : ‘Wahai Bani Hasyim, janganlah sampai orang-orang datang di hari kiamat kelak dengan membawa amal akhirat di pundak mereka, sedangkan kalian datang sambil memikul dunia di pundak kalian. Kalian tidaklah berdaya apa-apa terhadap kekuasaan Allah.

Diriwayatkan oleh al-Thabari bahwa Nabi saw tidaklah memiliki upaya apa-apa, baik kemanfaatan maupun kemudharatan, tetapi Allah swt memberikan kepadanya kemanfaatan untuk sanak kerabatnya, bahkan untuk seluruh umatnya, yaitu dengan syafa’at umum dan khusus. Jadi, beliau tidak mempunyai hak apa-apa kecuali apa yang sudah dan akan diberikan Allah swt kepadanya, seperti ucapan beliau saw : ‘Tetapi kamu mempunyai ikatan kekerabatan yang akan aku hubungkan dengannya’. Demikian pula dengan makna ucapan beliau : ‘Aku tidaklah berdaya apa-apa bagi kalian di hadapan kekuasaan Allah, selain dari kemurahan Allah yang diberikan kepadaku (seperti syafa’at atau maghfirah dan lainnya)’.

Beliau mengucapkan kata-kata itu kepada sanak kerabatnya adalah untuk memelihara maqam takhwif dan mendorong agar berbuat amal kebajikan serta menginginkan mereka menjadi manusia-manusia utama dan paling banyak bagiannya dalam hal ketaqwaan dan ketakutan kepada Allah swt. Kemudian beliau memberi ketenangan dengan mengingatkan mereka akan hak kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw.

[1] Ihya al-Mait Fi Fadhail Aal al-Bait : 34
[2] Ihya al-Mait Fi Fadhail Aal al-Bait : 35
[3] Fadhlu Ahlu Bait Wa Huququhum, hal. 24.
[4] Al-Anfal : 41.
[5] Al-Ahzab : 56.
[6] Hadits Keluarga : 15.
[7] Nur al-Abshor: 127.
[8] Istijlab Irtiqa’ al-Ghuruf : 39
[9] Al-Saraf al-Muabbad : 69
[10] Al-Taubah : 103.
[11] Al-Syura : 23.
[12] Fadhlu Ali al-Bait, hal. 68.
[13] Ihya al-Mait : 50
[14] Al-Syaraf al-Muabbad Li Aali Muhammad : 90
[15] Ihya al-Mait Fi Fadhail Aal al-Bait : 47
[16] Ihya al-Mait Fi Fadhail Aal al-Bait : 46
[17] Fadhl Aal al-Bait : 51

Sumber :
http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/10/hak-hak-ahlu-bait-nabi-saw/

Label: 0 komentar | | edit post

Assalamu 'Alaika Ayyuhan Nabiyyu Warahmatullahi Wabarokatuh

Video Streaming Acara Akbar "Majelis Rasulullah"