Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad
Ya Rasulallah . . .
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?". "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya
baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu
hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul
maut," kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang
sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa haqku nanti di
hadapan Allah?" tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" tanya
Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" tanya
Rasulullah kemudian. "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku : Kuharamkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan
ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah
peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul
maut ini," perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan
lagi. "Ya Allah, dahsyatnya maut ini, timpakan saja semua siksa maut
ini kepadaku, jangan pada umatku". Badan Rasulullah mulai dingin, kaki
dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "U ushiikum bis
shalati, wa maa malakat aimanuku – peliharalah shalat dan peliharalah
orang-orang lemah diantaramu."
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" "Umatku, umatku, umatku?" Dan,
berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Kenapa kita berselisih faham, tidak
mau membaca sholawat kepada beliau yang senantiasa Mencintai
ummatnya.... ......Allahumma sholli 'ala Muhammad wabaarik wa
salim'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
NB : Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul
kesadaran untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, seperti Allah dan
Rasul-Nya mencintai kita. Karena sesungguh-Nya selain daripada itu
hanyalah fana belaka.
Amin...
Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang
menyayangimu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena
tiada lagi yang mengasihimu diakhirat.
Posting Komentar