Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Ya Rasulallah . . .

Riwayat Singkat Kedua Cucu Baginda Nabi Muhammad SAW
Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Hasan bin Ali bin abi Thalib ra, bersama adiknya Sayyidina Husein bin Ali bin abi Thalib ra adalah cucu dan buah hati Baginda Rasulullah saw dari putri tercinta beliau saw, yaitu Siti Fathimah az zahra ra. Sayyidina Hasan ra, yang dilahirkan di Kota Madinah pada tanggal 15 Ramadhan tahun 3 Hijriah, merupakan cucu pertama baginda Nabi saw. Putra Imam Ali karamallahu wajhah ini sangat mirip dengan Rasulullah saw. Namun kebersamaan Rasulullah saw bersama Al Hasan dan saudara Al Husein tidak berlangsung lama, karena ketika Al Hasan masih berumur 7 tahun, Rasulullah saw meninggal dunia.

Kesedihan yang dirasakan oleh Siti Fathimah ra dan Imam Ali karamallahu wajhah atas wafatnya Rasulullah saw, juga dirasakan oleh Al Hasan. Maklum beliau sangat dekat dengan datuknya. Namun tidak lama kemudian, kira-kira enam bulan setelah Rosululloh SAW wafat, ibu tercintanya yaitu Siti Fathimah ra. meninggal dunia.

Sayyidina Hasan ra memegang tampuk pemerintahan sesudah ayahnya (Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra) wafat syahid terbunuh dipukul dengan pedang oleh Abdurahman bin Muljam, berdasarkan pembai'atan yang dilakukan oleh penduduk Kota Kufah. Beliau memerintah selama enam bulan dan beberapa hari, sebagai pemimpin yang benar, adil dan jujur.

Beliau (Sayyidna Hasan ra) membuat perjanjian damai dengan pemberontak Mu'awiyyah. Dengan terjadinya penyerahan kekuasaan dari Sayyidina Hasan ra ke Muawiyah yang terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Awal tahun 41 Hijriyah, maka kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Sahabat Muawiyah.
Usia Muawiyah saat itu 66 tahun, sedang usia Sayyidina Hasan adalah 38 tahun. Dalam sejarah Islam, tahun dimana terjadi perdamaian antara Sayyidina Hasan ra dan Muawiyah ini, disebut `Aamul Jama'ah, karena pada saat itu kaum muslimin bersatu dibawah satu komando.

Selanjutnya beliau (Sayyidina Hasan ra) dan seluruh keluarganya segara meninggalkan Kufah dan kembali menetap di Madinah. Hampir 10 tahun Sayyidina Hasan ra tinggal di Madinah, dan waktunya banyak beliau habiskan dalam beribadah dan mengamalkan ilmunya. Apabila beliau selesai sholat subuh, beliau selalu mampir ketempat istri istri Rasulullah saw. Dan terkadang memberi mereka hadiah. Namun apabila beliau selesai sholat dhohor, beliau tetap duduk di Mas'jid mengajar, dan terkadang menambah ilmu dari para Sahabat Rasulullah saw yang masih ada.
Akhirnya, pada tanggal 28 Shafar tahun 50 Hijriyah, Sayyidina Hasan ra berpulang ke rahmatullah dalam usia 47 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Baqi'. Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: "Pada hari (penguburan Sayyidina Hasan ra) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak. Sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah."

Mengenai kematian Sayyidina Hasan ra ini, para ahli sejarah mengatakan, bahwa beliau wafat karena diracun. Saudaranya yaitu Sayyidina Husein ra, tatkala mengetahui sang kakak telah diracun, memaksanya agar memberitahu siapa pelakunya, namun beliau (Sayyidina Hasan ra) menolak.

Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqatiluth Thalibiyin menulis: "Mu'awiyah ingin mengambil bai'at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Sayyidina Hasan ra dan seorang sahabat ra Sa'd bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara diam-diam dengan racun."

As Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa'd dalam kitab At-Thabaqat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Sayyidina Hasan ra ketika sedang menghadapi sakaratul maut pernah berwasiat: "Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah saw". Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa'd bin Al-'Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya.Akhirnya, jenazah Sayyidina Hasan ra diboyong menuju ke pekuburan Baqi' dan dikuburkan di samping kuburan neneknya (Ibunda dari Sayyidina Ali bin abi Thalib ra), yaitu Fathimah binti Asad.

Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya Tadzkirah Al-Khawas menukil dari Abu Sa'id dalam Thabaqat-nya menyebutkan putra putri Sayyidina Hasan ra adalah: Muhammad Al-Ashghar, Ja'far, Hamzah, Muhammad Al-Akbar, Zaid, Hasan Al-Mutsana, Fatimah, Ummul Hasan, Umul Khair, Ummu Abdurrahman, Ummu Salmah, Ummu Abdullah, Ismail, Ya'qub, Abubakar, Thalhah dan Abdullah.

Muhammad Ali Shabban dalam bukunya `Teladan Suci Keluarga Nabi' mengatakan keturunan Sayyidina Hasan ra yang sahih yang ada sekarang adalah Zaid dan Hasan Al-Mutsana. Zaid lebih tua dari saudaranya Hasan Al-Mutsana. Sesudah pamannya (Sayyidina Husein ra) meninggal, ia membai'at Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Menurut salah satu pendapat, Zaid hidup selama seratus tahun.

Sedangkan Hasan Al-Mutsana, ikut pamannya (Sayyidina Husein ra) di Karbala, dan mendapat luka-luka dalam perang melawan pasukan Yazid Muawiyyah. Ketika pihak musuh hendak mengambil kepalanya, mereka dapati ia masih bernafas, lalu Asma bin Kharijah Al-Fazzari berkata: `Biarkan dia kubawa!" Kemudian dibawanya ke Kufah dan diobati sampai sembuh. Setelah itu, Hasan Al-Mutsana kembali ke Madinah.

Habib Ali Zainal Abidin Assegaf, pengurus Naqobatul Asyrof Al-Kubro (lembaga pemeliharan, penelitian, sejarah dan pencatatan silsilah Alawiyin) mengungkapkan mayoritas habib (sayyid) di Indonesia yang ber-fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan yang bernama Hasan Al-Mutsana. Pemilik fam Al-Hasani, kata dia, tak sebanyak jumlah fam di keluarga Bani Alawi yang merupakan keturunan Sayyidina Husein ra. "Al-Hasani itu mastur (tidak banyak, langka dan tersembunyi, red)," ujar Chaidar.

Al-Hasani memang mastur, tapi diantara yang sedikit itu saat muncul ke permukaan sangat masyhur (sangat terkenal). Beberapa figur ternama yang memiliki fam Al-Hasani adalah Sulthanul Awlia (Pemimpin Para Wali) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Syekh Saman Al-Madani (pendiri Tarekat Sammaniyah), Abul Hasan Asy-Syadzili (Sufi besar asal Maroko), Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliky dan putranya Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky al Hasani.

Beliau, Al Imam As Sayyid Muhammad bin `Alawi Al Maliki Al Hasani (wafat dan di makamkan di pemakaman Ma'la, Makkah Al Mukarromah pada 15 Ramadhan 1425H / 29 Oktober 2004), adalah seorang Muhaddits & tokoh Ulama Sunni abad ini, seorang mufassir yang ahli dalam ilmu Fiqh, Aqidah, Tasawwuf, dan Sirah. Diantara kitab karya monumental beliau yang telah mendapat sambutan tidak kurang dari 40 ulama besar dunia. adalah : Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahama n yang harus diluruskan).

Beliau (Abuya Al Maliki), sebagaimana diceritakan oleh Ketua Tanfidziyah PB NU, Prof DR. KH Said Agil Siraj MA dalam majalah Sabili No. 14 (4 Febr 2010), pernah melakukan debat terbuka dengan Syeikh Abdul Azis bin Baz (Mufti Kerajaan Arab Saudi). Debat tsb Alhamdulillah dimenangkan oleh Abuya Al Maliki, tapi oleh pemerintah Saudi dokumentasi debat ini tidak boleh disebarluaskan. Akhirnya, abuya Al Maliki menuliskan hasil debat tersebut dengan bahasa yang sudah diperhalus, serta dengan tidak menyebutkannya sebagai hasil debat, dalam kitab beliau: Mafahim Yajibu An Tushahhah.

Dari kediaman beliau di Makkah Al mukarromah yang juga merupakan Majelis Ilmu dan Ribath Sunni, telah bermunculan ulama-ulama besar yang membawa panji Rasulullah ke seluruh penjuru dunia. Murid-murid beliau dapat kita jumpai di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika dan terutama Asia. Di Indonesia, Haiah As Shofwah adalah wadah bagi para alumni dari ma'had beliau.

Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib ra
Sayyidina Husein ra (Abu Abdillah) adalah cucu Rasulullah saw dan beliau adalah adik dari Sayyidina Hasan ra. Beliau ra lahir pada hari ke 5 bulan Sya'ban tahun ke 4 hijriyah. Sayyidina Husein ra gugur sebagai syahid dalam usia 57 tahun, pada hari Jum'at, hari ke 10 (Asyura) dari bulan Muharram, tahun 61 Hijriyah di padang Karbala, suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah.

Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein ra yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar "ALI ZAINAL ABIDIN". Sedangkan Muhammad, Ja'far, Ali al-Akbar, Ali al-Asghar , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di Karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.

Kaum Alawiyyin adalah keturunan dari Rasulullah saw melalui Imam Alwi bin Ubaydillah bin AHMAD AL MUHAJIR bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja'far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin ALI ZAINAL ABIDIN bin SAYYIDINA HUSAIN RA. Istilah Alawiyin atau Ba'alawi digunakan untuk membedakan keluarga ini dari keluarga para Sayyid yang lain yang sama –sama keturunan Rasulullah saw.

Prof. Dr. Hamka mengutip kata-kata mutiara dari al Imam Asy Syafi'i saat menulis kata sambutan dalam sebuah buku karangan Al Habib Hamid Al Husaini yang berjudul Al-Husain bin Ali Pahlawan Besar sbb: "Jika saya akan dituduh (sebagai) orang Syiah karena saya mencintai keluarga Muhammad saw, maka saksikanlah oleh seluruh manusia dan jin, bahwa saya ini adalah penganut Syi'ah."

Beliau juga pernah mengatakan : "Tidak layak untuk tidak mengetahui bahwa Alawiyyin Hadramaut berpegang teguh pada madzhab Syafi'i. Bahkan, yang mengokohkan madzhab ini di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, adalah para Ulama Alawiyin Hadramaut."

Di beberapa negara, sebutan untuk dzurriyat rasul saw ini berbeda-beda. Di Maroko dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan Syarif, di daerah Hijaz (Semenanjung Arabia) dengan sebutan Sayyid, sedangkan di nusantara umumnya mereka dikenal dengan sebutan Habib. Di Indonesia sendiri ada lembaga khusus yang berpusat di Jakarta, bernama Rabithah Alawiyah, yang mencatat nasab (silsilah) para Alawiyin. Sehingga benar-benar gelar Habib atau Sayyid tidak disalahgunakan oleh seseorang.

Dalam buku "Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh", Prof DR. Hamka menyebutkan bahwa: "Gelar Syarif khusus digunakan bagi keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra apabila menjadi raja.
Banyak dari para Sultan di Indonesia adalah keturunan baginda Rasulullah saw. Diantaranya Sultan di Pontianak mereka digelari Syarif. Sultan Siak terakhir secara resmi digelari Sultan Sayyid Syarif Qasim bin Sayyid Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Demikian pula dengan pendiri kota Jakarta yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati, beliau digelari Syarif Hidayatullah. "

Kemudian Buya Hamka menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, yang artinya "Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin (sayyid) pemuda ahli surga" (Seraya menunjuk kedua cucu beliau, Sayyidina Hasan dan Husain). Berlandaskan hadits tsb, sudah menjadi tradisi turun temurun bahwa setiap keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra digelari Sayyid.

Dipandang sangat tidak hormat kepada Rasulullah, jika ada yang mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak memiliki keturunan dan mengatakan bahwa orang yang mengaku keturunan beliau adalah seorang yang berbohong. Tidak akan mengatakan perkataan seperti ini kecuali orang yang iri dan dengki. (Seperti didalam Al Qur'an Surat Al Kautsar).

Pada sekitar abad 9 H sampai 14 H, mulai membanjirnya hijrah kaum Alawiyin keluar dari Hadramaut. Mereka menyebar ke seluruh belahan dunia, hingga sampailah ke nusantara ini. Diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang masih dapat disaksikan hingga kini, diantaranya: Kerajaan Al Aydrus di Surrat (India), Kesultanan Al Qadri di Kepulauan Komoro dan Pontianak, Kesultanan Al Bin Syahab di Siak dan Kesultanan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama Alawiyin pada masa itu adalah Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad (Shahibur Ratib Al Haddad). Sejarawan Hadramaut, Syaikh Muhammad Bamuthrif, mengatakan, bahwa Alawiyin atau Qabilah Ba'alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut, dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika.
Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar


Assalamu 'Alaika Ayyuhan Nabiyyu Warahmatullahi Wabarokatuh

Video Streaming Acara Akbar "Majelis Rasulullah"