Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad
Ya Rasulallah . . .
Dunia terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu dunia yang didalamnya terdapat pahala, dunia yang terdapat didalamnya hisab (perhitungan) dan yang ketiga, dunia yang terdapat didalamnya siksaan.
Adapun yang didalamnya terdapat pahala : yaitu yang dapat membawa seseorang kepada perbuatan baik, dan yang dapat menyelamatkan seseorang dari perbuatan buruk, dunia semacam ini adalah kendaraan orang mukmin, dan merupakan tempat menanam bekal untuk akhirat, inilah yang dikatakan sebagai sesuatu yang cukup dari barang halal.
Adapun yang didalamnya ada hisab (perhitungan) yaitu yang tidak menyibukkan dirimu dari menjalankan kewajiban, dan tidak menyebabkan dirimu terjerumus dalam kemaksiatan ketika mencarinya. inilah dunia yang didalamnya ada perhitungan yang panjang sekali, para pemiliknya adalah orang-orang kaya yang akan didahului oleh para fakir miskin dengan jarak setengah hari (menururt hari di akhirat) atau lima ratus tahun (menurut tahun di dunia) ketika kelak akan memasuki surga.
Adapun yang didalamnya ada siksaan : adalah yang dapat menghalangi seseorang dari menjalankan perbuatan taat dan menjerumuskannya dalam kemaksiatan, ia merupakan bekal bagi pemiliknya menuju neraka dan bagaikan tangga yang akan mengantarnya ke neraka. Hal itu disebutkan oleh sebuah riwayat :
"Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan dunia masuk kedalam neraka, maka ia (dunia) berkata : "Wahai Tuhanku, dimanakah para pecintaku dan pengikutku?" Maka Allah SWT berkata :"Ikutkan juga para pecintanya dan pengikutnya", sehingga mereka diikutkan dengannya.
Ketahuilah bahwa pencari dunia terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu : ada yang mencarinya untuk menyambung tali kekerabatan dan dapat membantu orang-orang miskin, maka orang ini tergolong orang yang dermawan, ia akan memperoleh pahala jika perbuatannya sesuai dengan niatnya, tetapi ia tidak memiliki kebijaksanaan, karena orang yang bijaksana tidak mencari sesuatu yang tidak ia ketahui apa yang terjadi setelah ia mendapatkannya, maka orang yang demikian hendaknya ia mengambil pelajaran dari kisah Tsa'labah yang Allah SWT sebutkan dalam firman-Nya, yang artinya :
"Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah : "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karuni-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah." (Qs. At-Taubah : 75)
Betapa banyak orang yang mencari dunia niatnya hanyalah untuk memuaskan syahwatnya, atau hanya untuk bersenag-senang, maka orang yang semacam ini dimasukkan dalam golongan hewan ternak, sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya, yang artinya :
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (Qs. Al-Furqaan : 44)
Dan betapa banyak juga orang yang mencari dunia dengan tujuan untuk berbangga-bangga dan memamerkannya, maka ia tergolong sebagai orang yang bodoh dan tertipu bahkan termasuk orang yang celaka, Allah SWT berfirman, yang artinya :
"Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing)." (Qs. Al-Baqarah : 60)
"Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan." (Qs. Al-Qashash : 69)
Maka, nasihatilah dirimu wahai saudaraku, janganlah engkau menipunya, hingga engkau mengakui sesuatu yang bukan menjadi niatmu, jika demikian berarti engkau telah mengumpulkan antara kerugian dan kepalsuan, hingga engkau merugi di dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman, yang artinya :
"Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Qs. Az-Zumar : 15)
Diambil dari :
Bekal Menuju Akhirat
Karya : al-Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad
Mencintai Rasulullah Dengan Tulus
Cara
seseorang mencintai Rasulullah dengan tulus adalah mengedepankan segala
risalah yang dibwa oleh Nabi SAW. Daripada hawa nafsu dan keinginannya;
menjadikan Nabi sebagai satu-satunya motivasi dalam perkataan dan
perbuatannya; dan ia hidup bersama Nabi di dalam segala sikap dan
perilakunya, dengan berpegang kepada firman Allah SWT.,
“Dan ketahuilah bahwa ditengah-tengah kamu ada Rasulullah…” (al-Hujurat : 7)
Orang yang menyibukkan diri dengan sesuatu atau seseorang, maka
sesuatu atau seseorang itu akan menjadi bagian bawah sadarnya dan
tertanam di dalam benaknya yang terdalam. Sesuatu atau seseorang yang
telah menguasai dirinya dan menjadi pikirannya tersebut, akan bisa ia
lihat di dalam mimpi.
Salah seorang murid berkata kepada gurunya, “Saya ingin bertemu
dengan Nabi didalam mimpiku. Kecintaanku kepada beliau sudah
bergejolak.”
Sang guru berkata kepada muridnya, dengan maksud memberikan pelajaran
yang berharga untuk muridnya itu, “Kamu harus makan malam dengan
makanan yang berminyak dan diberi garam yang cukup banyak, agar kamu
nanti merasa haus. Tetapi, kamu tidak boleh minum air hingga kamu tidur.
Nanti ceritakan kepadaku apa yang kamu liat dalam mimpimu.”
Sang murid menuruti perintah gurunya. Keesokan harinya, ia dating
kepada sang guru lalu berkata, “Aku tidak melihat Rasulullah dalam
mimpiku.”
“Lalu apa yang kamu liat dalam mimpimu?” Tanya sang guru.
Aku bermimpi seakan aku berjalan di pinggir sungai, dan hujan turun
deras dari langit, air-air bersemburan dari bumi. Air melimpah di setiap
ruang disekitarku,” kenang sang murid.
Sang guru berkata, “Kamu tidur ketika kamu masih diliputi oleh
pikiran tentang air karena kamu merasa sangat kehausan, maka kamu pun
bermimpi melihat air dengan berbagai bentuknya. Jika kamu ingin melihat
Rasulullah didalam mimpimu, maka sibukkanlah dirimu dengan beliau,
cintailah beliau, laksanakanlah sunnah beliau, teladanilah beliau, dan
turutilah perintah-perintah beliau.”
Diambil dari :
Buku “Jumpai Aku Ya Rasul”
Karya Abu Anas Abdul Aziz
Dapatkan di www.TamanBuku.com
Jangan Berbicara Yang Tak Berguna
Imam
al-Ghazali berkata, “Janganlah kalian membicarakan yang tidak berguna,
karena hal tersebut akan menyia-nyiakan waktu dan membuat lidah kalian
lelah. Alihkan peluang pembicaraan yang tidak perlu kepada yang perlu,
yang tidak penting kepada hal yang penting. Karena jika kalian
mengalihkan peluang pembicaraan yang tidak perlu untuk dimanfaatkan
berfikir, bisa jadi Allah SWT membukan pintu rahmat-Nya ketika kalian
sedang melakukan perenungan. Daripada melakukan pembicaraan yang tidak
penting, alihkanlah menjadi kegiatan untuk bertahlil dan berdzikir.
Betapa banyak kalimat thayyibah yang ketika dibaca berarti kalian sedang
membangun istana disurga. Ketika peluang untuk membangun istana di
surga ini disia-siakan, sungguh ini merupakan suatu kerugian yang sangat
besar bagi kalian.”
Pembicaraan yang memang dipandang perlu untuk dilakukan dengan
ringkas. Jika satu kalimat sudah memadai , maka kalimat yang selanjutnya
tentu tidak dibutuhkan.
Ulama Sufi Atha’illah berkata, “Para pendahulu kalian dahulu tidak
suka banyak bicara. Mereka memandang pembicaraan yang tidak perlu
sebagai suatu pemborosan, kecuali membicarakan AlQuran, As-Sunnah,
menyuruh manusia kepada yang baik dan mencegah kejahatan, dan
pembicaraan yang diperlukan guna mencari nafkah atau penghidupan.” Allah
SWT telah berfirman, yang artinya :
“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS 50:18)
Ibnu ‘Abbas berkata,”Ada lima hal yang lebih aku sukai melebihi kuda yang bagus yang dipersiapkan untuk dikendarai, yaitu :
Pertama, Janganlah kamu berkata akan sesuatu yang tidak
berarti bagimu. Karena hal tersebut merupakan bentuk pembicaraan yang
berlebih-lebihan dan menjadikanmu tidak aman dari perbuatan dosa. Dan
jangan pula kamu membicarakan sesuatu yang kamu anggap penting, sebelum
kamu mendapat tempat yang pas untuk membicarakan hal tersebut. Karena
terlalu banyak orang yang berbicara tidak pada tempatnya, sehingga tidak
jarang mereka mendapatkan kesulitan akibat dari pembicaraannya itu.
Kedua, janganlah kamu bertengkar (bermusuhan) dengan orang yang lemah
lembut, dan jangan pula terhadap orang yang bodoh. Karena orang yang
lemah lembut itu akan marah padamu didalam hatinya, sementara orang yang
bodoh akan menyakitimu dengan lidahnya.
Ketiga, sebutlah saudaramu ketika ia jauh darimu dengan perkataan
yang ia sukai dengan perkataan tersebut. Dan maafkanlah dia mengenai
sesuatu sekiranya kamu suka ia memberikan pengampunan kepadamu,
sebagaimana (pengampunan) yang kamu berikan kepadanya.
Keempat, bergaullah dengan temanmu dengan cara sebagaimana yang kamu sukai ketika ia bergaul denganmu.
Kelima, berbuatlah sebagaimana perbuatan yang akan ia balas dengan
kebaikan, atau cegahlah perbuatan yang apabila dilakukan itu ia akan
mendapat siksaan.
Buku “Bahaya Lisan”
Karya K.H. Alawi al-Bantani
Dapatkan di www.TamanBuku.com
Wanita Yang Hati-Hati Dalam Beragama
Suatu
hari, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai kaum perempuan! Bersedekahlah
kalian walau harus mengorbankan perhiasan kalian.” Mendengar perintah
Rasulullah saw. ini, seorang sahabat wanita segera pulang ke rumah
menemui suaminya, Abdullah ibn Mas’ud, seorang sahabat Nabi terkemuka
ahli qiraat Al-Qur’an
Siapakah istri Ibn Mas’ud yang ketika mendengar perintah Rasulullah
segera pulang kerumah menemui sang suami itu? Ada gerangan apa dengan
dia hingga harus pulang? Ya, dialah Zainab Ats-Tsaqafiyyah. Zainab
merupakan tipe seorang wanita yang senantiasa bertanya tentang urusan
agamanya kepada orang yang berhak memberikan fatwa. Marilah kita simak
kisah wanita shalehah ini dalam salah satu penggalan hidupnya.
Setibanya di rumah, Zainab berkata kepada Abdullah ibn Mas’ud,
“Engkau adalah seorang laki-laki sederhana yang tidak punya banyak
harta. Sedangkan Rasulullah memerintahkan kepada kami (kaum wanita)
untuk bersedekah. Temuilah Beliau dan tanyakan kepadanya apakah boleh
jika aku bersedekah kepadamu tidak kepada orang lain? Apabila tidak
boleh, aku akan menyedekahkan kepada orang lain.”
“Engkau saja yang menemui Rasulullah!” saran Ibn Mas’ud
Lebih lanjut, Zainab menuturkan, “Maka, aku pergi menemui Rasulullah.
Disana aku bertemu dengan seorang wanita Anshar yang sedang berdiri di
dekat pintu rumah Beliau saw. Dia pun sama denganku, ingin bertanya
tentang sabda yang Beliau sampaikan. Pada waktu itu, ada rasa segan
dalam diri kami untuk menghadap Rasullullah. Namun, tiba-tiba Bilal
keluar dari rumah Rasulullah.
Maka aku berkata kepada Bilal, “Tolong engkau temui Rasulullah dan
sampaikan kepadanya bahwa dua orang wanita ingin bertanya kepada beliau,
apakah bolehs eorang istri bersedekah kepada suaminya atau anak yatim
yang diurusnya? Tetapi engkau jangan beri tau siapa kami”.
Lalu, Bilal pun masuk ke rumah Rasulullah dan menyampaikan pertanyaan
kami itu. Sebelum menjawab, Rasulullah bertanya kepada Bilal, “Siapakah
mereka berdua?”
Bilal menjawab, “Seorang wanita dari Anshar dan Zainab.”
Rasulullah bertanya lagi, “Zainab yang mana?”
“Istri Abdullah Ibn Mas’ud,” jawab Bilal.
Rasulullah bersabda, “Jika sedekah kepada suami atau anak yatim yang
dipeliharanya, mereka mendapatkan dua pahala. Pahala kekerabatan dan
pahala sedekah.” Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Demikianlah sikap Zainab Ats-Tsaqafiyyah ketika menghadapi setiap
persoalan agama yang belum dia ketahui maksudnya. Dia senantiasa
bertanya kepada Rasulullah saw. atau sahabat yang sudah lebih dahulu
mengetahuinya. Wallahu a’lam.
Buku “Harumnya Bidadari Bumi”
Dapatkan di www.TamanBuku.com