Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad
Ya Rasulallah . . .
Imam Hasan Al Bashri yang digelari oleh umat sebagai Imamut Tabi’in (Pemimpinnya Para Tabi’in), pada suatu ketika mengalami kebingungan dan kegelisahan dalam dakwahnya. Maka ia pun lalu berkhalwat, menyendiri di suatu tempat untuk beribadah kepada Allah. Lalu ia bermimpi bertemu Rasulullah Saw sedang berdiri di Padang Arafah sambil menangis di hadapan ummatnya. Rasulullah saw bersabda:
“Sampai hati kalian berkata kepadaku: ‘kami sudah tak mampu lagi membantumu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak akan mampu mengatakan ucapan itu pada kalian kelak di Hari Kebangkitan. Dan airmataku, demi Allah, telah berlinang mendengar ucapan kalian itu.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kegembiraanmu sementara harus dibatasi dulu, wahai Rasulullah…’ Padahal siang malam kedua tanganku selalu terangkat untuk kegembiraan kalian.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kami tak berani mengambil resiko untuk membelamu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak pernah peduli akan resiko yang menimpaku untuk menolong kalian.
Demi samudera kelembutan Allah yang memenuhi dadaku, aku tak akan tega memerintahkan kalian untuk mengambil resiko dalam membantu urusanku.
Demi kerinduan kalian kepadaku, sampai hatikah kalian hingga masih takut resiko demi membela panjiku.
Ketika seluruh manusia telah berkumpul, masing-masing dengan kebingungan, masing-masing dengan kesulitan, masing-masing dengan ketakutan, maka para malaikat menyingkirkan para manusia untuk membuka jalan bagi kelompok besarku. Maka lewatlah aku dan puluhan ribu pengikutku dengan dipayungi panji-panji yang bertuliskan namaku.
Seorang hamba yang hina berusaha meninggikan kepalanya dan melambai-lambaikan tangannya kepadaku dengan harapan aku akan memanggilnya ke dalam rombonganku. Maka si hamba hina pun menjerit-jerit berteriak-teriak memanggil-manggil namaku sambil berusaha menerobos pagar betis para malaikat yang bertugas membuka jalan bagi kelompokku.
Namun ketika ia berhasil menerobos untuk melihat wajahku dengan jelas, maka kekecewaan merobek hatinya karena aku telah jauh melewatinya.
Maka ia pun berteriak memanggil namaku ‘Ya Habibi Muhammad… Ya Habibi Muhammad…’ sambil mengalirkan airmata kesedihan dan kecewa karena ditnggalkan oleh orang yang paling dirindukannya.
Ia hanya dapat memandang dengan hati yang hancur dalam kesedihan, memandangi kepergian diriku yang selalu didambakannya.
Lalu ia berkata kepada para malaikat, ‘sampaikan salamku pada kekasih hatiku, Muhammad saw, bahwa aku sudah kembali ke tempat yang pantas bagiku, dan sudah tercapai apa yang menjadi niatkuyakni menegakkan panji-panji beliau, dan siksa neraka aku relakan bagi diriku demi tercapainya dambaan hatiku yakni kegembiraan hati beliau.’
Kemudian ia pun berbalik dengan seribu kepiluan meninggalkan tempat yang dari tadi ia berharap dapat menatap wajahku.
Maka kupanggil ia dari kejauhan, dilihatnya seluruh rombonganku berhenti, karena Pemimpin mereka berhenti. Lalu hamba itu melihat bahwa akulah yang memanggilnya, kekasih yang selalu dirindukannya. Kubentangkan kedua tanganku sambil tersenyum lebar, dan aku akan berkata, “Aku tak akan melupakanmu, wahai fulan… aku tak akan meninggalkanmu, wahai fulan… aku tak akan membiarkan orang yang merindukanku, wahai fulan… Maka si hamba hina pun berlari menunduk-nunduk untuk memelukku.
Ia kuberi kesempatan melepas seluruh kerinduannya kepadaku. Ia kuberi hak untuk mendapat kelembutan kasih-sayang dari orang yang paling didamba dan dibelanya.
Sampai hatikah kalian menepis tanganku yang terulur kepada kalian. Kutatap wajah kalian sambil berharap ada diantara kalian yang akan meringankan kesedihanku.”
Demikian mimpi Imam Hasan Al Bashri yang tercantum dalam kitab beliau, Al Mahbub.
sumber: theroadtomuhammad.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar