Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad
Ya Rasulallah . . .
Sifat-sifat indah yang dimiliki sosok yang bercermin pada pribadi Nabi Muhammad saw tidaklah bisa diungkapkan oleh kata-kata, bahkan setiap yang ingin sempurna dalam mengungkapkannya masih ada kurangnya, tetapi kita bisa ambil garis besar dari sifat terpuji ini. Sosok semacam al-Habib Umar bin Smith merupakan gambaran pribadi pewaris Nabi Muhammad saw, yang telah menyatukan antara ilmu dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt.
Kalau kita lihat tingkah laku, ilmu, kasih sayang, kedermawanan, kerendahan hati, juga keistimewaan yang Allah swt anugerahkan kepadanya, pasti masing-masing membutuhkan perincian tersendiri, tentu saja akan memakan waktu yang tidak sedikit mengungkapkannya, semuanya menarik hati dan membuat lidah untuk memuji, tak disangkal hal yang demikian ini merupakan bukti sebagai pewaris Nabi Muhammad saw. Warisan ini terus ada dari generasi ke generasi baik dalam mengemban ilmu maupun penerapannya, mereka mengemban misi Nabi Muhammad saw yang disebutkan dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.”
Sifat-sifatnya yang menunjukkan kesetiaannya dalam menjalankan syariat, ucapan, perbuatan dan gerak-geriknya semuanya tidak luput dari tuntunan syariat, jiwanya telah terdidik oleh didikan guru-gurunya, hingga ia menjadi contoh dalam mengikuti jejak Nabi Muhammad saw.
Barangsiapa yang mengikuti Nabi Muhammad saw dalam ucapan dan perbuatan, dan terus menerapkannya dengan penuh kesungguhan kepada Allah swt, ia menjadi wakil dari Nabi Muhammad saw, mendapat keistimewaan dalam kehidupan ini dengan izin untuk menginginkan apapun sesukanya dan semuanya dalam lingkup jaminan Allah swt, ini semua tergolong dalam rahasia dari hadis qudsi riwayat al-Imam al-Bukhari bahwa Allah swt berfirman: “Tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan berbagai ibadah sunnah hingga Aku mencintainya, kalau Aku mencintainya Akulah yang menjadi pendengaran baginya, penglihatan baginya, lisannya yang ia gunakan untuk berbicara, kakinya yang ia gunakan untuk berjalan, tangannya yang ia gunakan untuk bergerak, kalau ia memohon kepadaku pasti aku penuhi dan kalau ia minta perlindunganKu pasti Aku lindungi.”
Ini sewaktu mereka di dunia adapun sewaktu mereka di akhirat telah Allah terangkan dalam ayat syafa’at: “Dan mereka tidak dapat memberi syafa’at kecuali yang Ia ridhai.”
Mereka mendapatkan mandat ini setelah ada izin dari Allah swt. Kiranya siapa lagi yang diridhai oleh Allah swt setelah para nabi dan rasul? Apa para pelaku kemaksiatan atau orang yang bodoh atau mandat diberikan kepada kalangan yang mewakili Nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadis yang meriwayatkan siapa saja kalangan yang mendapat hak untuk memberi syafa’at, diantaranya: “Kelak yang memberi syafa’at ada tiga: para Nabi, para Ulama dan para Wali.”
Dan masih banyak lagi riwayatnya, ini masih kategori dhahir adapaun secara batin, Allah swt telah berfirman: “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai.” (Qs.al-Fajr ayat:27-28)
Para ahli tafsir mengatakan: “Arti ridha disini ia rela dengan menerima pahala yang begitu besar disamping anugrah besar lainnya yang menggembirakan hati dan menenangkan jiwa hingga jiwa ini puas dan rela kembali kepada Tuhannya. Dalam arti sebagaimana engkau rela kepada-Ku maka Akupun rela kepadamu. Nabi Muhammad saw menggambarkan tentang amalan para salihin dari kalangan umatnya: Tuhan mereka menampakkan diri kepada mereka lalu ia bertanya: “Apakah Aku sudah membuat kalian puas? Mereka menjawab:”Wahai Tuhan, bagaimana kami tidak puas, sedangkan Engkau telah memberi kami surga dan memberi kami ridha-Mu yang terbesar.”
Diantara tanda keridhaan Allah swt terhadap mereka ialah menjadikan keadaan mereka menjadi salah satu contoh paling sederhana bagaimana kelak kedatangan hamba ini kepada Tuhannya, tatkala jiwa dan hatinya menghadap Tuhannya saat itu ia dikelilingi para malaikat dan para salihin lainnya, saat itu akan diberikan padanya apa saja yang ia mau disana.
Sosok seperti Nabi Muhammad saw ini merupakan gambaran sosok yang Allah swt lindungi dari berbagai cacat dalam hidup ini, cukuplah hal ini sebagai pertanda yang Allah swt berikan kepada Nabi Muhammad saw, jadi kehadiran kita pada majelis ini untuk memperingati wafatnya tak lain adalah untuk mengambil berkah melalui keistimewaan yang Allah berikan padanya di saat ia menghadap kepada Tuhannya. Kalau ajal seseorang bagaimanapun jua telah ditentukan oleh Allah swt. Tetapi warisan Nabi Muhammad saw tidak pernah usai dan punah, tetapi justru akan terus berkembang dan terus semakin besar, karena ini telah menjadi jaminan Allah swt, sebagaimana dalam sebuah firman-Nya: “Allah telah menentukan:Aku menangkan Aku dan Rasul-Ku.” (Qs.al-Mujadalah ayat:21).
Para ulama mengatakan: “Kehadiran kita disaat semacam ini tak lain untuk mendapat berkah beliau melalui rahmat ilahi yang tercurahkan, karena rahmat itu senantiasa tercurahkan, utamanya di acara suka dan duka, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad saw: “Ketahuilah sesungguhnya setiap saat Tuhan kalian memiliki curahan rahmat, karena itu hadanglah rahmat-rahmat itu.”
Apalagi saat diangkatnya nyawa para salihin merupakan saat paling banyaknya curahan rahmat itu, karena Allah swt menyatakan dalam surat al-Baraqbah: nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda-tanda kerajaannya Ia akan datangkan kepada kalian tabut yang berisi ketenangan dari Tuhan kalian dan ada sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Harun yang nanti akan dibawa oleh para malaikat.”
Sisa peninggalan ini berupa tongkat Nabi Allah Musa as dan kedua sandalnya, serta beberapa kain usang dari sisa baju beliau, sisa peninggalan ini menjadi pengundang rahmat terbesar bagi tentara mereka hingga Nabi mereka mengatakan: “Kalau kalian ingin menang, maka letakkan di depan tabut itu.” Setelah mereka letakkan di depan datanglah kemenangan dari Allah swt.
Kalau itu masih peninggalan dari keluarga Nabi Allah Musa as lalu bagaimana dengan peninggalan keluarga Nabi Muhammad saw? Lalu dengan para ulama dari kalangan umat Rasulullah saw yang mana mereka telah Rasulullah saw samakan dengan para nabi Bani Israil seperti dalam hadisnya: “Ulama umatku seperti para Nabi Bani Israil.”
Mereka mendapat kedudukan yang tinggi dan kedudukan ini tetap terjaga sebagaimana firman Allah swt di dalam al-Qur’an: “Allah akan senantiasa mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs.al-Mujadalah ayat:11)
Dalam firman-Nya yang lain: “Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia dan para malaikat juga orang-orang yang berpengetahuan yang mendirikan keadilan.” (Qs.al-Imran ayat:18)
Dikisahkan ada seorang yang mengajukan tuntutan kepada orang lain di hadapan Qadhi (Hakim) Ismail Zamalkani, setelah tersangka dihadirkan di hadapannya, ia bertanya kepada penuntut: “Yang engkau bawa sumpah atau dua orang saksi?” Ia menjawab: “Dua orang saksi.” Lalu dimana keduanya? Tanya sang hakim. Ia menjawab: “Ini keduanya.” Kemudian ia berkata: “Kalau yang ini aku kenal, tapi kalau satunya aku tidak kenal tolong engkau perkenalkan terlebih dahulu.” Ia menjawab: “Bagaimana engkau tidak kenal, padahal yang lebih baik darimu sudah memperkenalkannya.” Sang hakim bertanya: “Siapa orangnya yang lebih baik dariku itu?” Ia menjawab: “Orangnya adalah Rasulullah saw sebagaimana dalam sabdanya: “Kelak yang akan mengemban ilmu ini dari setiap generasi ialah orang-orang yang paling bijak, mereka menolak pemalsuan yang dilakukan orang yang fanatik buta dan kerancuan mereka salah.”
Jadi sosok beliau ini termasuk ulama umat ini yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah saw sedemikian rupa.
Diambil dari buku :
LENTERA QALBU
UNTAIAN MUTIARA HIKMAH
AL-HABIB ABDUL QADIR BIN AHMAD ASSEGAF
Sumber :
http://tamanbuku.com/news/7/Meraih-Rahmat-Dalam-Setiap-Kondisi
Kalau kita lihat tingkah laku, ilmu, kasih sayang, kedermawanan, kerendahan hati, juga keistimewaan yang Allah swt anugerahkan kepadanya, pasti masing-masing membutuhkan perincian tersendiri, tentu saja akan memakan waktu yang tidak sedikit mengungkapkannya, semuanya menarik hati dan membuat lidah untuk memuji, tak disangkal hal yang demikian ini merupakan bukti sebagai pewaris Nabi Muhammad saw. Warisan ini terus ada dari generasi ke generasi baik dalam mengemban ilmu maupun penerapannya, mereka mengemban misi Nabi Muhammad saw yang disebutkan dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.”
Sifat-sifatnya yang menunjukkan kesetiaannya dalam menjalankan syariat, ucapan, perbuatan dan gerak-geriknya semuanya tidak luput dari tuntunan syariat, jiwanya telah terdidik oleh didikan guru-gurunya, hingga ia menjadi contoh dalam mengikuti jejak Nabi Muhammad saw.
Barangsiapa yang mengikuti Nabi Muhammad saw dalam ucapan dan perbuatan, dan terus menerapkannya dengan penuh kesungguhan kepada Allah swt, ia menjadi wakil dari Nabi Muhammad saw, mendapat keistimewaan dalam kehidupan ini dengan izin untuk menginginkan apapun sesukanya dan semuanya dalam lingkup jaminan Allah swt, ini semua tergolong dalam rahasia dari hadis qudsi riwayat al-Imam al-Bukhari bahwa Allah swt berfirman: “Tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan berbagai ibadah sunnah hingga Aku mencintainya, kalau Aku mencintainya Akulah yang menjadi pendengaran baginya, penglihatan baginya, lisannya yang ia gunakan untuk berbicara, kakinya yang ia gunakan untuk berjalan, tangannya yang ia gunakan untuk bergerak, kalau ia memohon kepadaku pasti aku penuhi dan kalau ia minta perlindunganKu pasti Aku lindungi.”
Ini sewaktu mereka di dunia adapun sewaktu mereka di akhirat telah Allah terangkan dalam ayat syafa’at: “Dan mereka tidak dapat memberi syafa’at kecuali yang Ia ridhai.”
Mereka mendapatkan mandat ini setelah ada izin dari Allah swt. Kiranya siapa lagi yang diridhai oleh Allah swt setelah para nabi dan rasul? Apa para pelaku kemaksiatan atau orang yang bodoh atau mandat diberikan kepada kalangan yang mewakili Nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadis yang meriwayatkan siapa saja kalangan yang mendapat hak untuk memberi syafa’at, diantaranya: “Kelak yang memberi syafa’at ada tiga: para Nabi, para Ulama dan para Wali.”
Dan masih banyak lagi riwayatnya, ini masih kategori dhahir adapaun secara batin, Allah swt telah berfirman: “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai.” (Qs.al-Fajr ayat:27-28)
Para ahli tafsir mengatakan: “Arti ridha disini ia rela dengan menerima pahala yang begitu besar disamping anugrah besar lainnya yang menggembirakan hati dan menenangkan jiwa hingga jiwa ini puas dan rela kembali kepada Tuhannya. Dalam arti sebagaimana engkau rela kepada-Ku maka Akupun rela kepadamu. Nabi Muhammad saw menggambarkan tentang amalan para salihin dari kalangan umatnya: Tuhan mereka menampakkan diri kepada mereka lalu ia bertanya: “Apakah Aku sudah membuat kalian puas? Mereka menjawab:”Wahai Tuhan, bagaimana kami tidak puas, sedangkan Engkau telah memberi kami surga dan memberi kami ridha-Mu yang terbesar.”
Diantara tanda keridhaan Allah swt terhadap mereka ialah menjadikan keadaan mereka menjadi salah satu contoh paling sederhana bagaimana kelak kedatangan hamba ini kepada Tuhannya, tatkala jiwa dan hatinya menghadap Tuhannya saat itu ia dikelilingi para malaikat dan para salihin lainnya, saat itu akan diberikan padanya apa saja yang ia mau disana.
Sosok seperti Nabi Muhammad saw ini merupakan gambaran sosok yang Allah swt lindungi dari berbagai cacat dalam hidup ini, cukuplah hal ini sebagai pertanda yang Allah swt berikan kepada Nabi Muhammad saw, jadi kehadiran kita pada majelis ini untuk memperingati wafatnya tak lain adalah untuk mengambil berkah melalui keistimewaan yang Allah berikan padanya di saat ia menghadap kepada Tuhannya. Kalau ajal seseorang bagaimanapun jua telah ditentukan oleh Allah swt. Tetapi warisan Nabi Muhammad saw tidak pernah usai dan punah, tetapi justru akan terus berkembang dan terus semakin besar, karena ini telah menjadi jaminan Allah swt, sebagaimana dalam sebuah firman-Nya: “Allah telah menentukan:Aku menangkan Aku dan Rasul-Ku.” (Qs.al-Mujadalah ayat:21).
Para ulama mengatakan: “Kehadiran kita disaat semacam ini tak lain untuk mendapat berkah beliau melalui rahmat ilahi yang tercurahkan, karena rahmat itu senantiasa tercurahkan, utamanya di acara suka dan duka, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad saw: “Ketahuilah sesungguhnya setiap saat Tuhan kalian memiliki curahan rahmat, karena itu hadanglah rahmat-rahmat itu.”
Apalagi saat diangkatnya nyawa para salihin merupakan saat paling banyaknya curahan rahmat itu, karena Allah swt menyatakan dalam surat al-Baraqbah: nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda-tanda kerajaannya Ia akan datangkan kepada kalian tabut yang berisi ketenangan dari Tuhan kalian dan ada sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Harun yang nanti akan dibawa oleh para malaikat.”
Sisa peninggalan ini berupa tongkat Nabi Allah Musa as dan kedua sandalnya, serta beberapa kain usang dari sisa baju beliau, sisa peninggalan ini menjadi pengundang rahmat terbesar bagi tentara mereka hingga Nabi mereka mengatakan: “Kalau kalian ingin menang, maka letakkan di depan tabut itu.” Setelah mereka letakkan di depan datanglah kemenangan dari Allah swt.
Kalau itu masih peninggalan dari keluarga Nabi Allah Musa as lalu bagaimana dengan peninggalan keluarga Nabi Muhammad saw? Lalu dengan para ulama dari kalangan umat Rasulullah saw yang mana mereka telah Rasulullah saw samakan dengan para nabi Bani Israil seperti dalam hadisnya: “Ulama umatku seperti para Nabi Bani Israil.”
Mereka mendapat kedudukan yang tinggi dan kedudukan ini tetap terjaga sebagaimana firman Allah swt di dalam al-Qur’an: “Allah akan senantiasa mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs.al-Mujadalah ayat:11)
Dalam firman-Nya yang lain: “Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia dan para malaikat juga orang-orang yang berpengetahuan yang mendirikan keadilan.” (Qs.al-Imran ayat:18)
Dikisahkan ada seorang yang mengajukan tuntutan kepada orang lain di hadapan Qadhi (Hakim) Ismail Zamalkani, setelah tersangka dihadirkan di hadapannya, ia bertanya kepada penuntut: “Yang engkau bawa sumpah atau dua orang saksi?” Ia menjawab: “Dua orang saksi.” Lalu dimana keduanya? Tanya sang hakim. Ia menjawab: “Ini keduanya.” Kemudian ia berkata: “Kalau yang ini aku kenal, tapi kalau satunya aku tidak kenal tolong engkau perkenalkan terlebih dahulu.” Ia menjawab: “Bagaimana engkau tidak kenal, padahal yang lebih baik darimu sudah memperkenalkannya.” Sang hakim bertanya: “Siapa orangnya yang lebih baik dariku itu?” Ia menjawab: “Orangnya adalah Rasulullah saw sebagaimana dalam sabdanya: “Kelak yang akan mengemban ilmu ini dari setiap generasi ialah orang-orang yang paling bijak, mereka menolak pemalsuan yang dilakukan orang yang fanatik buta dan kerancuan mereka salah.”
Jadi sosok beliau ini termasuk ulama umat ini yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah saw sedemikian rupa.
Diambil dari buku :
LENTERA QALBU
UNTAIAN MUTIARA HIKMAH
AL-HABIB ABDUL QADIR BIN AHMAD ASSEGAF
Sumber :
http://tamanbuku.com/news/7/Meraih-Rahmat-Dalam-Setiap-Kondisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar