Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad

Ya Rasulallah . . .

2 Teladan dari Sahabat yang mulia
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq

Baiklah, cobalah lihat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sebelum menjadi khalifah, hampir setiap hari beliau berkeliling untuk membantu orang-orang yang lemah, janda-janda tua, dan fakir miskin, membantu untuk meringankan pekerjaan berat yang mereka lakukan.

Setelah beliau diangkat menjadi khalifah, masyarakat berkata, “Pastilah Abu Bakar tidak akan lagi pernah datang membantu kita, karena kesibukan dan kedudukannya.”

Namun, setelah diangkat sebagai khalifah, Sayyidina Abu Bakar tetap mendatangi mereka dan membantu meringankan pekerjaan mereka. “Janganlah kalian menganggap setelah aku diangkat sebagai khalifah, aku akan meninggalkan pekerjaan semacam ini. Ketahuilah, pekerjaan semacam inilah yang akan mendatangkan ridha Allah SWT,” kata beliau.

Selain itu, diriwayatkan pula bahwa Sayyidina Abu Bakar senantiasa memasukkan tiga buah batu kecil ke dalam mulutnya. Bila beliau hendak berbicara atau makan-minum, barulah batu itu diletakkannya. Setelah itu, dipasangnya kembali.

Seseorang bertanya kepadanya, “Untuk apa engkau lakukan itu, wahai Amirul Mu'minin?”
“Aku melakukan ini karena kekasihku, Nabi Muhammad SAW, telah mengatakan bahwa lisan inilah yang menyebabkan banyak manusia masuk ke dalam neraka,” jawab Sayyidina Abu Bakar.

Sayyidina Umar bin Al-Khththab

Kemudain coba perhatikan pula Sayyidina Umar bin Al-Khththab. Di antara yang menjadi rutinitas beliau adalah keliling melihat-lihat keadaan masyarakat.

Suatu ketika Sayyidina Umar mendapati sebuah kemah yang tampak dari kejauhan. Beliau mendekati kemah itu untuk mengetahui keadaan penghuni di dalamnya.

Setelah mendekat, beliau mendengar suara rintihan wanita dari dalam kemah. Beliau pun menghampiri pintu kemah dan menanyakan siapa di dalam kemah.

Dari dalam kemah keluarlah seorang laki-laki separuh baya menemui Sayyidina Umar.
“Wahai Tuan, apa yang membuat Tuan tinggal di tempat semacam ini?” tanya Sayyidina Umar kepada orang itu.

“Aku tinggal di tempat ini karena ingin mendapatkan kemuliaan seperti kemuliaan yang dimiliki oleh Amirul Mu`minin, Umar bin Al-Khaththab,” jawab orang itu, tidak menyadari bahwa yang di berada di hadapannya adalah Sayyidina Umar bin Al-Khaththab.

“Lantas suara rintihan siapakah yang di dalam itu?” tanya Sayyidina Umar.

“Itu adalah istriku yang akan melahirkan, tapi aku tidak tahu bagaimana cara membantunya untuk melahirkan. Adapun aku sendiri, karena menjaga istriku yang belum juga melahirkan, sudah dua hari belum merasakan makanan,” jawab orang itu dengan polosnya.

Mendengar penjelasan lelaki tengah baya itu, Sayyidina Umar bergegas kembali ke rumahnya. Beliau menemui istri tercintanya, Ummu Kultsum, cucu Rasulullah SAW, dan berkata, “Wahai putri orang-orang paling mulia, maukah engkau menolong seseorang?”

“Apa yang mesti aku lakukan, wahai suamiku,” tanya Ummu Kultsum kepada Sayyidina Umar dengan nada lembut.

“Ada seorang wanita yang hendak melahirkan, ikutlah bersamaku,” jawab Sayyidina Umar.
Ummu Kultsum mengiyakan ajakan suaminya, dan keduanya pun segera bergegas menuju kemah yang berada di pinggiran kota dengan membawa perbekalan yang diperlukan. Sayyidina Umar memikul semua bahan makanan dan perbekalan di atas pundaknya sendiri.

Sesampainya di kemah, Sayyidina Umar segera meminta istrinya untuk masuk ke dalam, membantu persalinan. Sementara beliau sibuk memasak makanan untuk keluarga itu, yang sudah dua hari tidak merasakan makanan.

Setelah proses persalinan usai, Ummu Kultsum pun keluar menemui suaminya dan berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, berikanlah kabar gembira kepada suami wanita ini bahwa istrinya telah melahirkan seorang anak laki-laki.”

Mendengar Ummu Kultsum memanggil suaminya dengan sebutan "Amirul Mu'minin", tersadarlah laki-laki itu bahwa orang yang selama itu sibuk memasak dan mengaduk adonan dengan tangannya sendiri dan duduk-duduk bersamanya adalah Khalifah Umar bin Al-Khaththab. Maka ia pun mundur ke belakang hendak memberikan penghormatan kepada Khalifah.

Namun Sayyidina Umar melarangnya dan menyuruhnya tetap berada didekatnya seperti sebelumnya.

Laki-laki itu pun menangis dan memeluk Sayyidina Umar dengan erat sekali. Ia tak menyangka bahwa yang menolongnya adalah Khalifah dan istrinya, cucu Rasulullah SAW, putri Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Perhatikan, betapa indah akhlaq dan perilaku Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Al-Khaththab. Mereka adalah orang-orang yang telah dijamin masuk surga, namun mereka tetap berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka adalah pribadi-pribadi yang harus kita  teladani....

Demikian uraian Habib Segaf bin Hasan Baharun di Zawiyah alKisah pada Kamis (21/10). Habib Segaf adalah salah seorang pengasuh Ponpes Putri Darullughah Wadda`wah (Dalwa), Bangil, Jawa Timur, yang juga pengasuh rubrik Fiqhun Nisa’ di Majalah alKisah.
Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar


Assalamu 'Alaika Ayyuhan Nabiyyu Warahmatullahi Wabarokatuh

Video Streaming Acara Akbar "Majelis Rasulullah"