Qasidah Munajat Al Imam Al Quthb Habib Abdullah Al Haddad
Ya Rasulallah . . .
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dan Habib Alwi bin Utsman Bin Yahya: Pembuka Dinding Pemisah dengan Allah |
"Namun apabila umat Muhammad sudah
berpuasa sampai memutih bibir-bibir mereka karena haus… Aku angkat
dinding itu ketika mereka sedang berbuka puasa, sehingga pada saat itu
Aku lebih dekat dengan mereka daripadamu.”
Allah Yang Menutupi "Rasulullah SAW bersabda, 'Berapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan dari puasanya itu selain lapar dan dahaga.' Makna hadits ini, berapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala dari puasanya karena melakukan hal-hal yang menghilangkan pahala puasa. Di antara hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa adalah sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi SAW, ‘Lima hal yang dapat membatalkan puasa (pahalanya), yaitu ghibah, namimah (adu domba), dusta, memandang dengan syahwat, dan sumpah palsu.’ Selain itu yang juga dapat menghilangkan pahala puasa ialah riya’ dan ujub, ingin disanjung orang lain dan merasa lebih istimewa dibandingkan orang lain. Diceritakan, suatu hari Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani mengundang orang-orang untuk suatu jamuan di kediamannya. Di antara orang-orang yang diundang itu terdapat seorang yang tengah menjalankan ibadah puasa sunnah. Syaikh Abdul Qadir kemudian mempersilakan tetamunya untuk menyantap hidangan yang telah disediakan, termasuk yang tengah berpuasa itu. Namun orang itu enggan untuk membatalkan puasa sunnahnya. Melihat hal itu, Syaikh berkata, ‘Batalkanlah puasamu dan makanlah hidangan yang ada. Aku menjamin di hadapan Allah puasamu hari ini diterima di sisi-Nya.’ Orang itu tetap enggan untuk membatalkan puasanya. Syaikh berkata lagi, ‘Batalkanlah puasamu dan makanlah hidangan yang ada. Aku menjamin satu bulan puasamu diterima di sisi Allah SWT.’ Orang itu tetap juga enggan membatalkan puasanya, tidak menghiraukan kata-kata Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Kemudian Syaikh berkata lagi, ‘Batalkanlah puasamu dan makanlah hidangan yang ada. Aku menjamin satu tahun puasamu diterima di sisi Allah SWT.’ Meski Syaikh telah berkata untuk ketiga kalinya, orang itu tetap tidak juga menghiraukan ucapannya. Syaikh kemudian berkata, ‘Biarkanlah orang yang jauh dari pandangan Allah ini.’ Beberapa waktu setelah terjadinya peristiwa tersebut, terdengar berita bahwa orang itu keluar dari Islam, menggadaikan imannya. Wal`iyadzu billah. Demikianlah di antara pelajaran yang dapat diambil dari besarnya bahaya sifat riya’ dan ujub bila ada pada diri seseorang. Orang tersebut bahkan tidak lagi mengindahkan ucapan para kekasih Allah sekalipun. Padahal Nabi SAW pernah bersabda, ‘Hati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.’ Hal lain yang juga membatalkan pahala puasa adalah makanan yang haram. Itulah sebabnya, dikisahkan, Imam Sufyan Ats-Tsauri, bila datang waktu berbuka, ia berbuka dengan air hujan, dan bila tidak menemukannya, ia berbuka dengan air sungai yang mengalir secara alami, tidak digali oleh penguasa. Nabi SAW bersabda, "Apabila engkau berpuasa, hendaklah engkau perhatikan dengan apa engkau berbuka dan pada siapa pula engkau berbuka." Maksudnya kita harus memperhatikan makanan yang hendak kita makan, dan bila kita diberi kesempatan untuk berbuka puasa pada seseorang yang kita yakini betul kehalalan makanannya, disunnahkan untuk berbuka padanya, karena hal itu bagian dari apa yang dianjurkan oleh Nabi SAW. Adapun di antara keistimewaan puasa adalah bahwa puasa termasuk ibadah yang tetap dimiliki oleh orang yang melakukannya dan tidak dan tidak diberikan kepada orang lain yang dizhaliminya, seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi SAW, beliau bertanya kepada para sahabat, 'Tahukah kalian tentang orang yang bangkrut?' ‘Wahai Rasulullah, mereka dalam pandangan kami adalah orang yang tak punya satu dirham pun dan tak punya barang atau harta,' jawab sahabat. ‘Al-muflis, atau orang yang bangkrut itu, bukan demikian, melainkan orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa (pahala amal) kebaikannya sebesar gunung. Namun, ia pernah menganiaya, menempeleng, dan melanggar kehormatan orang lain. Lalu mereka (pihak-pihak yang dizhalimi) mengambil seluruh kebaikannya (untuk menutupi dosa-dosa keburukan mereka), sedangkan ia menerima (dosa-dosa) keburukan mereka (yang telah dizhaliminya) untuk ditanggungnya. Lalu ia benar-benar dilemparkan dengan keras ke neraka,' jawab Nabi SAW menjelaskan. Para ulama menerangkan, makna firman Allah dalam hadits qudsi ‘sedangkan puasa adalah milik-Ku’ adalah bahwa puasa tidak termasuk dari ibadah yang akan diberikan kepada orang lain yang dizhaliminya di akhirat nanti sebagaimana dalam hadits di atas. Bahkan bilamana pahala ibadah orang tersebut tidak mencukupi untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain, Allah langsung yang akan menutupi kekurangannya. Demikianlah keistimewaan puasa bagi umat Baginda Nabi Muhammad SAW.” |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar